Pembakaran Lahan Terus Menerus Terjadi di Sumatra Selatan, Untuk Apa?

By Nesa Alicia, Rabu, 10 Oktober 2018 | 11:56 WIB
Ilustrasi kebakaran hutan. (JPhilipson/Getty Images)

Nationalgeographic.co.id - Kebakaran lahan dan hutan yang kerap terjadi di Sumatra Selatan menciptakan puluhan titik api yang merepotkan para petugas pemadam.

Titik api sendiri telah muncul sejak tiga bulan lalu hingga awal Oktober 2018. Pembakaran yang sengaja dilakukan ini menimbulkan tanda tanya besar, apakah kebakaran ini sebuah tindak kejahatan atau sebagai sebuah perlawanan. 

Seperti dilansir dari Mongabay pada hari Rabu (10/10/2018), Dr. Yenrizal Tarmizi, pakar komunikasi lingkungan dari UIN Raden Fatah Palembang mengatakan bahwa pembakaran yang dilakukan merupakan sebuah bentuk perlawanan. Menurutnya, sangat tidak mungkin masyarakat tidak tahu larangan dan sanksi yang akan diberikan terhadap pelaku pembakaran lahan. 

“Sikap warga itu merupakan perlawanan terhadap ketidakadilan dan hegemoni pemilik modal. Perlawanan juga terhadap kebijakan pemerintah yang tidak berpihak pada rakyat atau kaum tani,” ujarnya. 

Baca Juga : Mengorbit Exoplanet, Penemuan Pertama Bulan di Luar Tata Surya

Misalnya, ketika masyarakat desa hidup di tengah pertanian atau perkebunan yang luasnya mencapai puluhan, hingga ratusan hektare, tetapi dikuasai oleh perusahaan, sementara di satu sisi mereka hanya memiliki lahan yang terbatas. 

Akibat keterbatasan anggaran dan teknologi, mereka tidak mampu untuk mengelola lahan tersebut dengan baik.

Yenrizal menambahkan bahwa pemerintah telah melarang mereka untuk  membakar lahan, tetapi pemerintah tidak memberikan bantuan teknologi atau anggaran yang dibutuhkan. Sehingga kondisi ini membuat mereka kecewa dan marah.

"Jadi perlawanan mereka itu dengan membakar, mungkin diam-diam,” ungkap Yenrizal kepada Mongabay. Masyarakat juga tidak lagi peduli dengan aturan dan larangan pemerintah.

Yenrizal menegaskan bahwa penanganan persoalan kebakaran hutan dan lahan harus ditanggapi secara serius, sebab jika tidak, akan membentuk kelompok masyarakat yang antinegara. 

Presiden juga harus mengukur setiap bukti kegiatan yang dilakukan di lapangan, seperti apakah tindakan yang dilakukan sesuai sasaran atau tidak sehingga manfaatnya dapat terlihat dengan jelas. 

Baca Juga : Dahsyatnya Kecepatan Isap Lubang Hitam Terhadap Materi di Luar Angkasa