Tidak Hanya Terjadi di Bumi dan Mars, Badai Debu Juga Terjadi di Titan

By Nesa Alicia, Rabu, 10 Oktober 2018 | 12:14 WIB
Titan dan Saturnus. (Johannes Gerhardus Swanepoel/Getty Images/iStockphoto)

Nationalgeographic.co.id - Badai debu tidak hanya terjadi di Bumi dan Mars, tetapi juga dapat terjadi di Titan, satelit terbesar Saturnus. Kejadian ini diketahui oleh para astronom setelah mereka menerima data yang diambil dari Wahana Cassini saat masih bertugas di Saturnus.

Cassini yang diluncurkan pada tahun 1997 dikhususkan untuk mempelajari Saturnus dan satelit-satelitnya. Selama 13 tahun, Cassini telah melakukan misi tersebut dan mendapatkan berbagai temuan menarik di planet Saturnus. 

Salah satunya adalah tangkapan ketika badai petir terjadi di puncak awan Saturnus. Bahkan saat itu Cassini justru mengungkap keberadaan es baru yang terus terbentuk pada cincin Saturnus. 

Misi Cassini pun berakhir dan wahana ini harus terjun bebas ke dalam planet gas Saturnus. Akibat gaya tarik Saturnus yang kuat dan tebalnya atmosfer membuat Wahana Cassini hancur.

Baca Juga : Bagaimana Cara Rokok Secara Diam-Diam Merusak Kesehatan Jantung?

Meski demikian, Cassini sudah membuat sejarah dengan berbagai penemuan baru di planet cincin tersebut.

Para astronom kemudian menggali memori dalam Wahana Cassini. Mereka pun menemukan siklus debu aktif di ekuator Titan saat Cassini mengamati Titan pada tahun 2009. 

Titan merupakan satelit Saturnus yang dianggap mirip dengan Bumi purba dan satu-satunya satelit dengan atmosfer tebal di Tata Surya. Selain itu, di Titan juga terdapat sebuah danau, lautan, dan sungai.

Jika lautan, sungai, dan danau di Bumi diisi oleh air, di Titan justru ketiganya didominasi oleh metana dan etana. 

Ilustrasi badai debu di Titan. (IPGP/Labex UnivEarthS/University Paris Diderot – C. Epitalon & S. Rodriguez)

Dari data pengamatan yang dilakukan oleh Cassini, para astronom menemukan area yang besarnya hampir sama dengan pulau Sumatra. 

Baca Juga : Olahraga dan Berbagai Manfaatnya Bagi Penyandang Disabilitas

Pada awalnya, para astronom menganggap apa yang dilihatnya merupakan badai raksasa, tetapi ternyata tidak demikian. 

Perlu diketahui bahwa metana dapat membentuk berbagai cuaca. Metana yang berada di Titan menguap dan berkondensasi membentuk awan, dan setelah itu turun sebagai hujan. Siklus tersebut terus berulang.

Di Titan, cuaca juga berubah menurut musim. Ketika Matahari di ekuator Mars, (saat ekuinok) awan raksasa akan terbentuk pada area tropis dan menghasilkan badai metana.

Awan hujan yang awalnya tidak berbahaya justru dapat menjadi badai yang mengerikan. Peristiwa inilah yang dilihat oleh para astronom saat Cassini berada di Titan pada tahun 2009.

Saat diselidiki lebih jauh, awan tersebut tampak terlalu dekat ke permukaan. Bila itu memang awan, seharusnya ketinggiannya lebih dari 10 km. Selain dekat pada permukaan, potongan yang terang pada citra tampak seperti lapisan tipis atau partikel organik yang sangat kecil dan padat.

Jika dilihat dari lokasinya di mana seluruh area di Titan adalah bukit pasir, maka bisa dipastikan yang dilihatnya adalah badai debu.

Menurut para astronom, sebelum terjadi badai dahsyat di Titan, angin kuat berembus dan menyapu pasir yang berada di perbukitan sehingga membentuk awan raksasa. Penemuan ini bisa menunjukan bahwa Titan semakin mirip dengan Bumi.