Nationalgeographic.co.id - Pada bulan Mei dan Juni lalu, Banyumas mengalami persoalan mengenai banyaknya sampah di wilayah mereka. Sampah di sana dapat mencapai 960 ton dalam setiap harinya.
Sekitar 200 warga di desa setempat mengadakan demo dengan memblokade jalan menuju TPA Kaliori pada Senin (2/4/2018) sebagai penolakan terhadap pembuangan sampah ke tempat pembuangan akhir (TPA) Kaliori di Desa Kaliori, Kecamatan Kalibagor, Banyumas.
Dilansir dari Mongabay, hal ini terjadi karena pencemaran lingkungan yang timbul karena adanya TPA tersebut. Pencemaran tidak hanya menimbulkan bau yang menyengat, tetapi air di sana juga ikut tercemar. Bahkan air sumur yang biasa dimanfaatkan warga sekitar tidak lagi dapat digunakan karena telah tercemar.
Tidak hanya itu, air yang keluar dari TPA Kaliori juga mencemari sawah. Salah satu warga penggarap sawah, Parno mengatakan bahwa sudah tiga tahun belakangan mereka tidak bisa panen. Pencemaran oleh TPA dinilai sebagai penyebabnya.
"Airnya coklat, masuk ke sawah dan membuat padi tidak tumbuh,”ungkapnya.
Sebanyak 28 petani harus mengalami kerusakan tanah pertanian akibat pencemaran ini. Tanaman padi menjadi busuk dan hasil panen merosot tajam.
Baca Juga : Perang Tersingkat Sepanjang Sejarah, Inggris Melawan Zanzibar
Masalah ini mendapatkan respons dari sejumlah kalangan masyarakat Banyumas. Lingkar Kajian Banyumas (LKB) Fisip Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) bersama dengan Navigator Research Strategic, serta Lembaga Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya dan Lingkungan Hidup (LPPSLH) melakukan riset terhadap sejumlah TPA dan tempat pengolahan sampah terpadu (TPST) di Banyumas.
Dalam hasil riset yang dipaparkan oleh Nilawati, Direktur LKB Fisip Unsoed bersama Novita Sari, Direktur Eksekutif Navigator Research Strategic, TPA Kaliori dengan luas 4,5 hektare kini telah terpakai seluas 3,5 hektare. Daya tampung TPA tersebut dapat mencapai 1,4 juta m3.
“TPA tersebut hampir menampung seluruh sampah di Banyumas, setelah adanya penutupan TPA Gunung Tugel pada 2016 silam,” kata Nilawati. Menurutnya, saat tim mereka turun ke lapangan, jarak antara TPA dengan pemukiman penduduk hanya 100 meter. Instalasi pengolahan air limbah (IPAL) juga tidak berfungsi.
Sementara itu, pengelolaan sampah di TPA masih menggunakan metode open dumping atau dibuang begitu saja. Hal inilah yang mereka duga menjadi penyebab permasalahan tersebut.
Berdasarkan kesepakatan dengan warga, TPA Kaliori akan ditutup pada akhir tahun 2018.