Tradisi Menyetrika Payudara Agar Terhindar dari Kejahatan Seksual

By Nesa Alicia, Senin, 15 Oktober 2018 | 13:51 WIB
Praktik menyetrika payudara. (face2faceafrica)

Nationalgeographic.co.id - Dalam usia 28 tahun, Veronica sudah menjadi seorang nenek setelah anak sulungnya hamil pada usia 14 tahun. Tidak ingin peristiwa tersebut kembali terjadi terhadap keempat anaknya, Veronica membawa anaknya yang berusia 10 tahun dan 7 tahun ke sebuah desa dekat kota Bafoussam di Kamerun untuk meratakan payudara mereka. 

Tradisi menyakitkan ini dilakukan demi melindungi para gadis dari kejahatan seksual yang membuat adanya kehamilan pada usia muda dan pernikahan dini. 

Dalam praktiknya, sebuah batu atau tongkat kayu akan dipanaskan terlebih dahulu sebelum ditempelkan dan ditekan di kedua payudara. Panas yang dihasilkan akan melelehkan lemak di payudara, sehingga membuat payudara menjadi lebih kecil. Sang ibu akan mengambil batu seukuran telapak tangannya, dan menekannya ke setiap sisi payudara selama 10 menit.

Selain menggunakan alat-alat tersebut, biasanya para ibu akan mengambil sebuah ikat pinggang yang diikatkan erat melilit payudara dan tubuh bagian atas anak perempuannya.

Baca Juga : Pertama Kalinya, Ratusan Ubur-ubur Muncul di Perairan Pantai Ancol

Cara ini dilakukan untuk menyamarkan mereka agar tidak terlihat sudah memasuki usia matang. Tujuan lebih lanjutnya adalah untuk menghindarkan anak mereka dari ancaman tindak kekerasan seksual.

Saat masa pertumbuhan, anak-anak berusia delapan hingga 12 tahun dinilai terlalu rentan terhadap laki-laki di sekitarnya. Meski usianya sangat muda, tetapi bentuk fisik mereka tampak sudah dewasa. 

Bagi orang tua, terutama para ibu, hal ini dilakukan agar para putrinya tidak kehilangan kesempatan untuk bersekolah dan bekerja.

Perlu diketahui bahwa di Kamerun, kehamilan pranikah dapat membuat mereka putus sekolah akibat kehamilan di usia yang masih muda. Sekitar 65 persen perempuan yang hamil di usia muda tidak lagi melanjutkan sekolah.

Batu dan kayu panas yang digunakan. (face2faceafrica)

Melansir Face2Face Afrika, berdasarkan laporan UNICEF, 38 persen anak-anak di Kamerun menikah di usia 18 tahun. Seperempat dari anak yang sudah menikah ini sudah menjadi seorang ibu, dan 20 persen dari mereka putus sekolah setelah hamil. 

Praktik ini pertama kali dijelaskan lebih dari 10 tahun yang lalu kepada komunitas internasional, tetapi asal-usulnya masih belum diketahui.