Nationalgeographic.co.id - Ratusan kerangka ditemukan dalam wadah air kuno, yang diyakini sebagai bukti pembantaian.
Berdasarkan koin dan tembikar yang ditemukan di situs tersebut, diyakini bahwa telah terjadi pembantaian selama periode 103 dan 76 SM. Sebagian besar kerangka yang ditemukan adalah wanita dan anak-anak.
Arkeolog Israel Antiquities Authority (IAA), Kfir Arbiv dan Tehila Lieberman bersama dengan ahli antropologi Dr. Yossi Nagar, menemukan tiga lapisan dalam "wadah" besar.
Pada lapisan pertama, yang diduga berasal dari abad pertama dan kedua SM—bertanggal sesuai dengan pecahan keramik dan koin yang ditemukan—berisi setidaknya 125 orang, termasuk laki-laki (meskipun sebagian besar adalah wanita), anak-anak, dan bayi.
Baca Juga : Kepala Manusia Sebagai Mas Kawin dan Tradisi Penggal Kepada Suku Naulu
"Ini diduga merupakan janin dari rahim wanita yang terbunuh. Sejumlah besar kerangka menunjukkan bahwa tulang leher telah dipotong. Setelah dilakukan pemeriksaan intensif, tidak ada cedera lain yang ditemukan pada tulang tangan atau kaki," kata para arkeolog.
IAA memastikan bahwa penyebab kematian jelas adalah karena pemenggalan kepala. Mereka juga melihat tidak adanya luka lain pada tubuh yang dapat menyebabkan kematian. Oleh karena itu, temuan ini diasumsikan sebagai korban eksekusi.
Kerangka yang ditemukan tidak dalam posisi layaknya pemakaman yang biasanya dilakukan. Para peneliti berasumsi bahwa para korban dibuang setelah proses eksekusi dan dikubur secara massal.
Lebih lanjut, penemuan ini diduga berasal dari kelompok Farisi, sebuah sekte kuno Yahudi yang terkenal karena menentang Raja Hasmonean Alexander Yannai pada abad pertama SM.
Baca Juga : Sudah Berhenti Merokok, Masihkah Berpotensi Terkena Kanker Paru-paru?
Pemerintahan Yannai seringkali dilambangkan dengan perang tiada akhir, salah satunya bentrokan internal antara orang-orang Farisi dan Saduki—kedua sekte Yahudi kuno dengan pandangan yang sangat bertentangan terhadap Yudaisme.
Yannai sendiri merupakan pendukung setia orang-orang Saduki. Saat perayaan pesta Tabernakel, Yannai memimpin sebagai Imam Besar di Bait Suci di Yerusalem, menunjukkan dukungannya terhadap orang Saduki dengan menolak melakukan upacara penyerahan air dengan benar. Dalam proses penuangan harusnya di atas altar, tetapi ia menuangkannya di atas kakinya.
Banyak orang yang terkejut dengan tindakannya. Sebagai rasa ketidaksenangan, mereka bahkan melempari Yannai dengan citron, buah jeruk yang besar dengan kulit yang tebal.
Tindakan tersebut membuat Yannai marah, sehingga ia memerintahkan tentara untuk membunuh orang-orang yang menghinanya. Lebih dari 6.000 orang dibunuh di halaman Bait Suci.
"Kita dapat melihat kebrutalan Raja Alexander Yannai. Catatan sejarah menunjukan bahwa dia telah menangkap dan membunuh banyak orang Yahudi yang menentangnya, termasuk anak-anak dan istri mereka, yang dia eksekusi di depan mereka," kata Lieberman.