Menolak Vaksin, Korban Jiwa Akibat Penyakit Campak Semakin Meningkat

By Gita Laras Widyaningrum, Rabu, 24 Oktober 2018 | 10:52 WIB
Gerakan antivaksin yang semakin berkembang memicu peningkatan kasus campak di seluruh dunia. (RomoloTavani/Getty Images/iStockphoto)

Nationalgeographic.co.id – Wabah campak merajalela di seluruh Eropa. Penyakit ini telah memakan 37 korban jiwa di tahun ini.

Pada enam bulan pertama di 2018, tercatat 41 ribu kasus campak. Jumlah ini hampir dua kali lipat dari sebelumnya -- pada 2010, hanya ada 23, 927 kasus sepanjang tahun.

“Kita menghadapi situasi serius. Orang-orang meninggal karena campak. Ini sangat luar biasa jika dibandingkan dengan lima atau sepuluh tahun lalu,” kata Alberto Villani, dokter anak di Bambino Gesù Pediatric Hospital sekaligus presiden Italian Pediatric Society.

Peningkatan kasus campak ini sejalan dengan menurunnya angka vaksinasi. Untuk menghindari wabah, 95% dari total populasi setidaknya harus mendapat dua dosis vaksin MMR.

Baca Juga : Mikroplastik Ditemukan Pada Kotoran Manusia, Kita Benar-benar Mengonsumsinya?

Menurut WHO, di beberapa wilayah Eropa, tingkat vaksinasinya kurang dari 70%.

“Inilah yang menjadi penyebab utama merebaknya wabah,” ujar Anca Paduraru dari European Commission.

“Tak bisa dipercaya bahwa di abad ke-21, masih ada korban jiwa dari penyakit yang seharusnya dapat dicegah dengan,” imbuhnya.

Gerakan antivaksin

Gerakan antivaksin semakin berkembang saat ini. Bermula pada 1998, berkat ketidakjujuran peneliti dan fisikawan Andrew Wakefield yang dikeluarkan dari asosiasi medis di Inggris karena melakukan pelanggaran.

Wakefield mempublikasikan studi palsu yang menyatakan bahwa ada kaitan antara vaksin MMR dengan autisme. Diduga, ia melakukan hal tersebut untuk mengurangi saingan produk alternatif vaksin campak yang dipatenkan olehnya.

Meskipun penelitian lanjutan telah menemukan fakta bahwa tidak ada kaitan antara vaksin dan autisme, tetapi banyak orang masih percaya dengan rumor tersebut dan menolak memberikan vaksin pada anaknya – termasuk MMR.

Sebuah laporan pada 2014 menunjukkan, upaya untuk memperbaiki kesalahan informasi itu masih kalah dengan kampanye antivaksin yang dilakukan di internet.

Jika pesan-pesan antivaksin terus beredar, maka korban akibat wabah campak bisa semakin meningkat. Lima persen saja dari populasi yang menolak vaksinasi, dapat memiliki efek tidak poporisonal pada kesehatan masyarakat – jumlah kasus campak selama setahun bisa meningkat tiga kali lipat.

Baca Juga : Peneliti: Malas Olahraga Lebih Berbahaya Bagi Tubuh Dibanding Merokok

Ini tidak hanya memengaruhi pasien terinfeksi, tapi juga ekonomi negara. Wabah dapat meningkatkan beban rumah sakit dan menghabiskan dana sekitar 2,1 juta dollar AS atau Rp31 miliar hanya untuk sektor kesehatan.

Campak mudah menular dan sangat mematikan bagi anak-anak. Pada 2016, ada 89.780 kematian akibat campak di seluruh dunia. Kebanyakan dari mereka adalah anak-anak berusia di bawah lima tahun.

“Banyak orang meremehkan campak. Bahkan, menganggap penyakit ini tidak pernah ada. Mereka tidak sadar bahwa anak-anak mereka berisiko mengidap campak, meningitis, dan kerusakan otak secara permanen jika tidak divaksin,” papar Jeffrey D. Klausner, profesor kedokteran di University of California.