Ratusan Politisi Dibunuh di Jerman Setelah Perang Dunia I, Mengapa?

By Gita Laras Widyaningrum, Jumat, 2 November 2018 | 17:06 WIB
Pasukan Freikorps. (Universal History Archive/Getty Images via History.com)

Nationalgeographic.co.id – Ditembak di depan anak-anaknya, diserang dengan air keras, dibunuh ketika sedang berjalan, Republik Weimar di Jerman merupakan tempat berbahaya bagi para politisi dan pejabat pemerintah.

Antara 1918 hingga pertengahan 1920-an, Jerman diguncang dengan kasus pembunuhan. Semua korbannya saling berhubungan dan mereka dibunuh karena alasan politik.

Pembunuhan mereka diduga dilakukan kelompok ekstremis sayap kanan yang memainkan isu rasisme, nasionalisme, dan kecemasa ekonomi, untuk memicu rasa takut dan kebencian. Pada 1922, setidaknya ada  354 anggota pemerintahan dan politisi yang terbunuh – menyediakan panggung bagi Partai Nazi, Perang Dunia II, dan Holocaust.

Baca Juga : Virginia Hall, Mata-mata Perempuan Paling Berbahaya di Perang Dunia II

Gelombang pembunuhan bermotif politik oleh kelompok teroris paramiliter ini berakar pada kekalahan Jerman pada Perang Dunia I. Sekitar dua juta orang Jerman – termasuk 13% pria desa – telah mati selama perang. Upaya bertahan dalam perang juga telah menyedot ekonomi Jerman. Dan dengan ditandanganinya Perjanjian Versailles, Jerman bertanggung jawab bukan hanya pada perang, tetapi juga struktur pemerintahan dan perbatasan baru, rencana pelucutan senjata, dan reparasi besar-besaran.

Setelahnya, kondisi Jerman semakin parah. Ketika Jerman tertatih-tatih menuju konstitusi dan membentuk badan-badan politik baru, kondisi ekonomi negara ini tambah genting. Harga-harga mulai naik dan inflasi terjadi. Kekurangan pangan melanda Jerman, tentara-tentara yang kembali dari Perang Dunia I mengalami trauma dan kesulitan bergabung dengan masyarakat.

Freikorps

Dengan keadaan seperti itu, Jerman harus segera menciptakan pemerintahan baru, serta menetapkan kembali hukum dan ketertiban. Namun, para menteri dan politisi Republik Weimar yang baru didirikan memiliki musuh yang tangguh: yakni, rakyatnya sendiri.

Republik baru ini menyaksikan pertempuran sengit antara kelompok kiri dan kanan yang semakin terpolarisasi. Di awal pemerintahan, republik dikuasai oleh revolusioner sayap kiri. Pemberontakan komunis terjadi di mana-mana.

Sebagai respons terhadap hal tersebut, tentara pribadi yang disebut Freikorps, mencoba melawan. Kelompok ini didanai oleh mantan anggota militer Jerman.

Tentara Freikorps berusaha menggulingkan pemerintah Republik Weimar. (Bain News Service/Buyenlarge/Getty Images via History.com)

Freikorps semakin lama semakin kuat karena para tentara perang yang marah ikut bergabung dengan mereka. Pada akhirnya, ada sebanyak 1,5 juta pria Jerman yang masuk ke sana. Mereka mewakili gelombang nasionalisme dan ekstremisme sayap kanan yang meledak menjadi kekacauan politik dan mengarah pada kebangkitan Partai Nazi.

Karena pemerintahan baru tidak memiliki otoritas, mereka jadi bergantung kepada Freikorps untuk menangani krisis. Secara tidak langsung, pemerintahan yang lemah memberi kebebasan pada Freikorps untuk meneror siapa pun yang menjadi musuh mereka.

Politisi dibunuh

Ketika pemerintahan Republik mulai stabil, Freikorps semakin menghilang. Namun, ini bukan akhirnya. Orang-orang inti yang terlibat di dalam Freikorps terus berjuang melawan pemerintah melalui Organization Consul – organisasi paramiliter sayap kanan yang dengan berani membunuh musuh-musuh politiknya.

Dibentuk pada 1920, Organization Consul memiliki anggota di seluruh Jerman yang bersumpah akan menjunjung tinggi nasionalisme, memerangi Yahudi dan kelompok kiri, melawan pemerintahan baru, serta melucuti senjata yang dimiliki negara.

Aktivitas kelompok ini dibiayai dari uang yang disisihkan pemerintah pendukung Freikorps sebelumnya. Organization Consul juga didukung secara terbuka oleh mereka yang menolak presiden di Republik Weimar. Bahkan, hakim yang seharusnya memberikan hukuman pun menutup mata pada kekerasan yang dilakukan oleh Organization Consul. Padahal, mereka telah membunuh pejabat pemerintahan.

Matthias Erzberger dan Walter Rathenau, target Organization Consul. (Hulton-Deutsch Collection/Corbis/Getty Images & Waldemar Titzenthaler/ullstein bild/Getty Images)

Dengan ini, Organization Consul dengan cepat menjadi salah satu kelompok yang paling kuat dan berbahaya di zaman itu. Target utamanya adalah Matthias Erzberger, Menteri Keuangan Jerman. Kelompok sayap kanan sangat marah karena Erzberger menandatangani Perjanjian Versailles dan mereke kecewa dengan reformasi pajak yang ketat dalam rangka menstabilkan ekonomi negara yang goyah.

Erzberger sedang berjalan di dekat spa Jerman pada 1921, ketika ia ditembak oleh dua anggota Organization Consul.

Kelompok ini pun kembali menyerang pada 1922. Saat itu, targetnya adalah Walther Rathenau, Menteri Luar Negeri Jerman. Karena sangat cerdas di bidang ekonomi, Rathenau ditugaskan untuk memulihkan finansial negara tersebut dan menangani hubungan luar negeri Jerman. Namun, sayap kanan menolak kebijakan ekonominya dan memfitnah hasil kerja Rathenau -- termasuk isu memberikan uang pada negara pemenang perang.

Rathenau sendiri merupakan seorang Yahudi dan dia sadar keyakinannya juga ini membuatnya menjadi target. Pada Juni 1922, ia ditembak dari jarak dekat oleh pembunuh bayaran Organization Consul.

Baca Juga : Pembantaian di Babi Yar, Bukti Kekejaman Nazi Pada Yahudi Soviet

Pembunuhan tersebut disambut dengan perayaan terbuka yang dilakukan kelompok sayap kanan sambil menyanyikan lagu antisemitisme. Namun, warga Jerman lainnya sangat terkejut karena anggota pemerintah dibunuh begitu saja hanya karena dirinya seorang Yahudi.

Meski akhirnya Republik Weimar melarang Organization Consul, namun itu sudah terlambat. Antara tahun 1918 hingga 1922, kelompok tersebut dan grup paramiliter lainnya telah melakukan 354 pembunuhan politisi.

Setelah pembubaran, seperti Freikorps, Organization Consul hanya berganti nama dan terus melakukan teror, hingga akhirnya berkuasa dengan Nazi.