Kisah Para Pengidap HIV/AIDS di Pantura Melawan Stigma Buruk Mayarakat

By National Geographic Indonesia, Jumat, 23 November 2018 | 08:00 WIB
Lokalisasi Janem. (Rahmad Azhar Hutomo)

Begitu memasuki desa Sukareja, kita akan disuguhkan dengan mural-mural berisi informasi mengenai HIV/AIDS yang diharapkan dapat mengedukasi masyarakat sekitar. WAPA juga aktif memberikan penyuluhan dan VCT ke sekolah-sekolah di sekitar Subang sebagai salah satu tindakan pencegahan penyebaran HIV/AIDS.

Baca Juga : Mengenal Pneumonia, Penyakit Radang Paru-paru yang Diderita Stan Lee

Sementara itu, Oemah Ngariung, merupakan salah satu program pemberdayaan ODHA. Di Oemah Ngariung terdapat mini market dan angkringan. Di mini market ini dijual hasil kerajinan ODHA seperti keset kaki, cempal, tas rajut, dan bros. WAPA juga mengadakan pelatihan pembuatan kerajinan tangan kepada ODHA kemudian mereka bisa melanjutkannya di rumah masing-masing dengan alat dan bahan yang sudah disediakan. Produk mereka ini nantinya akan dijual ke minimarket.

Selain memberikan mata pencaharian bagi para ODHA, kegiatan ini juga menambah keahlian dan mengisi waktu luang mereka.

Levi yang mengidap HIV selama 4 tahun pun giat untuk menyebarkan info mengenai HIV/AIDS. Selain itu, setiap 3 bulan, bersama dengan petugas dari dinas kesehatan, ia melakukan VCT di Janem Patokbeusi-Sukamandi.

Melihat teman-temannya meninggal akibat penyakit ini menjadi alasan baginya untuk terus berjuang. Kegiatan prostitusi di Janem Patokbeusi-Sukamandi memang belum bisa dihentikan sepenuhnya, tapi paling tidak ia bisa membantu mengurangi penyebaran HIV/AIDS.

Jika ada pramusaji yang mengidap HIV maka dengan cepat ia rujuk untuk datang ke klinik Sahabat PANTURA di puskesmas Pamanukan. Harapan terbesarnya adalah ODHA bisa hidup berdampingan tanpa stigma buruk dari masyarakat.

Penulis: Sysilia Tanhati