Gerakan-gerakan pada Tari Yogi Nandini pada dasarnya sama dengan gerakan-gerakan yoga. Kenapa bernama Tari Yogi Nandini? Sebab, yogi artinya orang yang melaksanakan yoga dengan penuh kepercayaan diri, suka cita, dan penghayatan jiwa raga. Sementara, Nandini yang artinya “menyenangkan” adalah simbol lembu betina yang melambangkan tak kenal takut dan kuat. Sama seperti Nandini dalam ajaran agama Hindu aliran Siwa. Jadi, gerakan Tari Yogi Nandini mencerminkan tarian yang penuh penghayatan dan kekuatan. Semua bermuara pada tujuan khusus agar masyarakat yang belajar tarian ini hatinya bisa menjadi lebih damai dan bahagia.
Jika Tari Yogi Nandini masih dalam tahap penyempurnaan dan belum pernah dipentaskan di depan umum sebelumnya, lain lagi dengan Tari Jalak Anguci dan Tari Bebile ciptaan Ibu Dayu. Bernama lengkap Ida Dayu Tresnawati, perempuan yang sama kreatifnya dengan Ibu Pande adalah anggota FlipMas Ngayah Bali bidang Kesenian, khususnya berkaitan dengan kesenian di Desa Bengkala. Ia sejak 2017 terlibat dalam pemberdayaan kesenian di Bengkala melalui tari-tarian.
“Tahun 2017, kami membuat program kesenian khususnya seni tari dari kelompok KEM, yaitu masyarakat kolok. Mereka memang tidak bisa berbicara atau mendengar, tapi potensi dan keinginan masyarakat kolok untuk berkembang melalui tarian itu ada terlihat di mata mereka,” kata Ibu Dayu tentang awal mula terlibat dalam program KEM Kolok Bengkala.
Hingga kini, ada dua tarian yang telah diciptakan oleh Ibu Dayu. Keduanya adalah Tari Jalak Anguci dan Baris Bebek Bingar Bengkala (Bebile). Tari Jalak Anguci terinspirasi dari burung jalak, lebih spesifik lagi penangkaran burung jalak di Desa Subak, Badung, milik PT Pertamina (Persero) DPPU Ngurah Rai. Jalak artinya burung, dan anguci artinya suara yang merdu. Ini menjadi perumpamaan bahwa biarpun para penari Jalak Anguci kolok, mereka bisa tetap berkomunikasi lewat tarian. Tarian ini diciptakan dalam waktu 2 bulan dan berdurasi sekitar 7-8 menit. Jalak Anguci ditarikan oleh dua perempuan kolok, bernama Luh Budarsih (19 tahun) dan Komang Reswanadi (13 tahun).
Sementara, Tari Baris Bebek Bingar Bengkala (Bebile) menggambarkan semangat dari masyarakat kolok yang tetap ceria melakoni apa saja yang ada dalam hidup mereka. Ibu Dayu menggarap gerakan tarian ini dalam waktu 3 bulan. Berdurasi sekitar 8 menit, Bebile ditarikan oleh 7 lelaki yang kesemuanya kolok, yaitu I Wayan Ngarda, Wayan Sumendra, Made Subentar, Putu Juliarta, Made Karyana, Sugita, dan Made Sudarma.
Kedua tarian ini diiringi oleh pemusik yang bisa mendengar dan berbicara yang terdiri dari 7 lelaki dan memegang alat musik yang berbeda-beda. Mereka adalah Ketut Ardike (kecek), Made Sumertanu (gong), Wayan Sumarta (suling), Jero Mangku Sayang (suling), Wayan Rediaka (kendang), Wayang Sutama (suling), dan Made Srikita (petuk dan kenang). Seperti selayaknya orang-orang normal di Desa Bengkala, mereka rata-rata mengerti dan bisa berbicara dalam bahasa isyarat.
“Bisa bahasa isyarat kolok, tapi kalau untuk mengiringi tarian ini, biasanya supaya tarian dan musik harmonis, antara penabuh dan penari itu kode-kodean. Antara penabuh mengangguk-angguk atau gerakan tangan, biar penari bisa lihat,” Wayan Rediaka pada kendang memberi bocoran.
Nuansa yang terpancar dari kedua tarian tersebut jauh berbeda dari kesyahduan Tari Yogi Andini. Tari Jalak Anguci dan Bebile menggunakan musik pengiring langsung dari permainan kelompok tabuh, sementara Tari Yogi Andini menggunakan rekaman musik.
Ketika sore itu akhirnya Tari Jalak Anguci dan Bebile ditampilkan di wantilan, banyak orang dari luar KEM kemudian berkumpul karena terpancing oleh genta gong, tepakan kendang, pukulan gendang besar, siulan suling, dan alat-alat musik lain yang bergaung di udara. Keriuhan kedua tarian ini tidak mereda hingga tarian selesai.
Penulis | : | National Geographic Indonesia |
Editor | : | Gregorius Bhisma Adinaya |
KOMENTAR