Perang
Persekutuan yang dipimpin oleh Arab Saudi pun mengaku bertanggung jawab atas serangan udara tersebut dan menyebutnya sebagai 'kesalahan teknis'. Aksi Arab tersebut menuai kecaman internasional yang kuat.
Meski begitu, menurut PBB, aksi pemberontak Hutsi maupun koalisi Arab Saudi, sama-sama termasuk kejahatan perang.
Hutsi diduga telah memasang ranjau darat di Yaman, sementara koalisi Arab Saudi dikecam karena serangan udara yang menewaskan warga sipil (termasuk anak-anak) di daerah-daerah yang dikuasai pemberontak.
Kembalinya Buthaina ke kota asalnya, terjadi di tengah kesepakatan gencatan senjata di kota pelabuhan Hodeida. Ini dianggap sebagai peluang terbaik untuk mengakhiri konflik selama empat tahun yang menghancurkan.
Butuh perjalanan panjang bagi Buthaina untuk kembali ke rumahnya. Gadis clik yang menjadi simbol perang Yaman tersebut juga masih harus berjuang mengatasi kesedihan akibat kehilangan keluarganya.
"Dia tidak melupakan ayah dan ibunya. Buthaina merasa sedih setiap melihat hal-hal yang mengingatkannya kepada orangtua atau saudara kandungnya. Ketika mendengar lagu yang biasa didengar ayahnya, Buthaina juga langsung sedih," cerita Ali, sang paman.
"Kami berulang kali bilang kepada Buthaina untuk bertahan dan mengatakan bahwa keluarganya telah berada di surga yang indah," tambahnya.
Baca Juga : La Puria, Desa Korban Perang yang Penduduknya Hanya Ada Perempuan dan Anak-anak
Ali mengatakan bahwa Buthaina sudah ia anggap sebagai anak dan darah dagingnya sendiri.
Menahan tangis, Ali mengungkapkan: "Ketika rumah mereka runtuh, saya meminta agar Tuhan tidak mengambil kakak saya. Namun, tidak apa. Kami beruntung karena Buthaina masih bersama kami sekarang."
Menurut data dari World Health Organization (WHO), Perang Yaman telah membunuh lebih dari 10 ribu orang, termasuk 2.200 anak-anak. Organisasi lain bahkan mengatakan jumlah korbannya lebih tinggi dari itu.
Source | : | AFP |
Penulis | : | Gita Laras Widyaningrum |
Editor | : | Gita Laras Widyaningrum |
KOMENTAR