Nationalgeographic.co.id - Hidup Buthaina Mansur al-Rimi berubah secara drastis sejak tahun lalu. Menjadi yatim piatu di Sana'a, Yaman, gadis cilik ini sempat tinggal di Arab Saudi untuk perawatan medis. Ia baru saja kembali ke ibukota Yaman, belum lama ini.
Semua anggota keluarga Buthania tewas akibat serangan udara yang diluncurkan Arab Saudi. Foto-foto penyelamatan Buthania dan gambar dirinya dengan mata dan jari-jari yang penuh luka saat berada di rumah sakit, menarik perhatian dunia.
Dalam sebuah wawancara dengan AFP, Buthaina dan pamannya, Ali–mengenang serangan yang membunuh kedua orangtua, empat saudara perempuan, satu saudara laki-lakinya.
Ingin menjadi dokter
"Aku sedang berada di kamar ibu bersama ayah, saudara perempuan dan laki-laki, serta pamanku, ketika itu terjadi," kenang Buthania.
"Saat rudal pertama jatuh, ayah yang sedang mengambil gula sangat terkejut. Tak lama kemudian, rudal kedua dan ketiga menyerang, dan rumah kami pun hancur," kata gadis berusia delapan tahun ini.
Baca Juga : Gadis Afghanistan Terpaksa Hidup dan Berdandan Seperti Laki-laki, Mengapa?
Beberapa hari setelahnya, foto Buthania yang berusaha membuka mata kananya viral di internet. Kepopuleran foto itu membuat Buthania menjadi semacam propaganda dalam perang antara pemberontak Hutsi dan media Saudi.
Buthaina mengatakan bahwa dia berharap bisa pergi ke sekolah untuk pertama kalinya. Tampak sehat, ia duduk di lantai di rumah pamannya di Sana'a. Buthaina senang bermain boneka bersama sepupunya.
"Aku ingin pergi ke sekolah dan menjadi dokter," kata Buthaina kepada AFP.
"Aku harap perang segera berhenti dan kami bisa hidup dengan tenang. Agar anak-anak Yaman bisa hidup dalam kedamaian," imbuhnya.
Perang
Persekutuan yang dipimpin oleh Arab Saudi pun mengaku bertanggung jawab atas serangan udara tersebut dan menyebutnya sebagai 'kesalahan teknis'. Aksi Arab tersebut menuai kecaman internasional yang kuat.
Meski begitu, menurut PBB, aksi pemberontak Hutsi maupun koalisi Arab Saudi, sama-sama termasuk kejahatan perang.
Hutsi diduga telah memasang ranjau darat di Yaman, sementara koalisi Arab Saudi dikecam karena serangan udara yang menewaskan warga sipil (termasuk anak-anak) di daerah-daerah yang dikuasai pemberontak.
Kembalinya Buthaina ke kota asalnya, terjadi di tengah kesepakatan gencatan senjata di kota pelabuhan Hodeida. Ini dianggap sebagai peluang terbaik untuk mengakhiri konflik selama empat tahun yang menghancurkan.
Butuh perjalanan panjang bagi Buthaina untuk kembali ke rumahnya. Gadis clik yang menjadi simbol perang Yaman tersebut juga masih harus berjuang mengatasi kesedihan akibat kehilangan keluarganya.
"Dia tidak melupakan ayah dan ibunya. Buthaina merasa sedih setiap melihat hal-hal yang mengingatkannya kepada orangtua atau saudara kandungnya. Ketika mendengar lagu yang biasa didengar ayahnya, Buthaina juga langsung sedih," cerita Ali, sang paman.
"Kami berulang kali bilang kepada Buthaina untuk bertahan dan mengatakan bahwa keluarganya telah berada di surga yang indah," tambahnya.
Baca Juga : La Puria, Desa Korban Perang yang Penduduknya Hanya Ada Perempuan dan Anak-anak
Ali mengatakan bahwa Buthaina sudah ia anggap sebagai anak dan darah dagingnya sendiri.
Menahan tangis, Ali mengungkapkan: "Ketika rumah mereka runtuh, saya meminta agar Tuhan tidak mengambil kakak saya. Namun, tidak apa. Kami beruntung karena Buthaina masih bersama kami sekarang."
Menurut data dari World Health Organization (WHO), Perang Yaman telah membunuh lebih dari 10 ribu orang, termasuk 2.200 anak-anak. Organisasi lain bahkan mengatakan jumlah korbannya lebih tinggi dari itu.
Source | : | AFP |
Penulis | : | Gita Laras Widyaningrum |
Editor | : | Gita Laras Widyaningrum |
KOMENTAR