Nationalgeographic.co.id - Apa yang ada di kepala Anda bila mendengar kata bunglon? Mungkin sebagian besar dari Anda akan langsung membayangkan kemampuan hewan ini dalam melakukan kamuflase. Ya, dengan cara mengubah warna tubuh mereka dengan lingkungan sekitar.
Namun ada hal menarik di balik kemampuan mereka mengubah warna ini. Tidak hanya untuk kamuflase, ketika cahaya mengenai kulit bunglon, sel-sel yang berada di dalam tubuhnya juga memperlihatkan warna-warna yang berbeda tergantung bagaimana suasana hati mereka saat itu.
Baca Juga : Air Sawah Mendidih di Purbalingga, Apa Penyebab Fenomena Ini?
Bunglon dapat dengan cepat mengubah warna dalam merespons keadaan suhu, lingkungan, dan mood mereka. Para ilmuwan pernah mengidentifikasi faktor utama dalam kemampuan mereka ini. "Mereka dapat mengatur jarak antara nanoscale crystal di dalam kulit mereka yang memantulkan cahaya dan membentuk sebuah spectrum warna."
Susunan kulit yang dibentuk oleh beberapa lapis sel
Sel yang terbentuk di kulit dapat melakukan hal penting dalam mengubah warna kulit mereka. Pembesaran sel kulit ini bunglon terjadi dalam ukuran 150 mikron, atau setara dengan ukuran dua kali diameter rambut manusia
Di dalam dermisnya, sel-sel tersebut tersusun dari:
Bagaimana warna kulit bunglon berubah
Seekor bunglon mengubah warna kulitnya menjadi lebih gelap ketika mereka mengalami hal yang kurang menyenangkan, seperti kalah dalam pertarungan. Dengan melepaskan melanin, pigmen berwana gelap akan muncul ke bagian kulit paling luar.
Ketika hewan ini sedang beristirahat, biasanya mereka akan tetap dalam warna hijau atau cokelat. Tujuannya adalah untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
Warna yang berubah dan tidak beraturan dapat menjadi penanda dari serangan yang datang secara tiba-tiba atau adanya keinginan untuk bercinta. Crystals dalam kulit akan berpindah ke wilayah yang lebih lebar, memancarkan warna kuning, jingga, dan merah.
Para ilmuwan sebenarnya sudah memikirkan sejak lama bahwa bunglon mengubah warna kulitnya saat sel pigmen kulit mereka menyebar melalui sel vienlike. Namun Michel Milinkovitch, seorang ahli evolusi genetika dan biofisika berbeda pendapat.
Source | : | National Geographic |
Penulis | : | Gregorius Bhisma Adinaya |
Editor | : | Gregorius Bhisma Adinaya |
KOMENTAR