Nationalgeographic.co.id - Banjir bandang yang menerjang tiga distrik di Pemkab Jayapura yaitu Sentani, Waibu, dan Sentani Barat menyebabkan 109 orang meninggal dunia, 93 jiwa dilaporkan hilang, lebih dari 150 orang luka berat maupun ringan dan kurang lebih 11.725 kepala keluarga yang terdampak.
Banyak yang mengatakan bahwa banjir bandang disebabkan oleh kerusakan lahan di hutan cycloop yang menyebabkan debit air menjadi lebih tinggi. Apa yang sebenarnya terjadi?
LAPAN melakukan analisa data satelit penginderaan jauh multiyear dan kondisi cuaca yang terpantau dari data satelit. Hasil analisa menunjukkan ada tiga hal yang menyebabkan banjir.
Baca Juga : Penyelundupan Kura-kura di Pesawat, Kali Ini Ditempatkan Dalam Kotak Roti
Ketiga hal itu adalah curah hujan tinggi, morfologi dan bentuk daerah aliran sungai (DAS) yang curam, dan indikasi kerusakan lahan dalam bentuk pembukaan lahan di berapa tempat daerah aliran sungai.
Hasil analisa satelit cuaca himawari-8 pada tanggal 16 dan 17 Maret 2019 menunjukkan, curah hujan yang diestimasi lebih dari 50 milimeter. "Curah hujan seperti itu cukup untuk menyebabkan banjir di suatu tempat," tulis LAPAN dalam keterangan tertulisnya yang diterima Kompas.com, Jumat (22/3/2019).
Kedua, morfologi DAS sangat curam (garis kuning dalam gambar adalah batas DAS). Kondisi ini menyebabkan air mengalir deras jika terjadi hujan. Jika wilayah ini tidak ditumbuhi hutan lebat maka aliran sungainya akan semakin deras.
Oleh karena itu, penyebab ketiga adanya pembukaan lahan (seperti ditunjukkan poligon merah dalam gambar) akan memengaruhi banjir bandang semakin deras dan melanda pemukiman yang berada di lereng daerah aliran sungai.
Selain itu, batang-batang pohon yang tumbang di beberapa air menampung air hujan seperti juga bisa menyebabkan banjir bandang. Ini karena lama kelamaan tekanan air akan menjebol batang pohon dan air akan menggelontor dengan derasnya.
"Sebagai antisipasi di masa mendatang, maka pemantauan perubahan penutup lahan perlu dilakukan dengan komprehensif, pemetaan tipe morfologi DAS sungai juga perlu dilakukan, agar dapat memberikan peringatan dini bahaya bencana banjir dan longsor," papar LAPAN.
LAPAN sedang mengembangkan Sistem Pemantauan Bumi Nasional (SPBN) yang dapat digunakan untuk memantau kondisi permukaan bumi Indonesia berbasis data satelit penginderaan jauh. Saat ini sudah tersedia di android dengan nama SIPANDORA (Sistem Pemantauan Bumi Nasional berbasis Android). LAPAN berkata, sistem itu masih dalam pengembangan dan jika nanti sudah terbangun maka platform ini bisa membantu pemantauan kondisi permukaan bumi Indonesia.
BMKG wanti-wanti banjir bandang susulan Sentani Bencana yang melanda Sentani dan sekitarnya juga diperhatikan oleh Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG).
Menurut pemantauan BMKG, utara Papua sedang mengalami pertemuan aliran udara akibat sistem pola tekanan rendah di utara Papua. Kondisi ini dapat berkontribusi signifikan terhadap pertumbuhan awan dan hujan di wilayah Jayapura. Selain itu, perlu diwaspadai pula pola pertemuan aliran udara dan pertumbuhan awan di Papua bagian selatan, sebagai dampak adanya pengaruh siklon tropis Trevor, yang saat ini masih berada di Teluk Carpentaria, di sebelah selatan Papua.
Dengan adanya beberapa fenomena di atas, maka 5 hari hingga seminggu kedepan curah hujan diprediksi masih cukup tinggi di Papua. "Dalam kurun waktu lima sampai tujuh hari kedepan hujan masih akan mengguyur Jayapura dengan intensitas sedang hingga lebat dari malam hingga dini hari. Kami himbau masyarakat untuk tetap waspada dengan kondisi cuaca tersebut," ungkap Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati saat berkunjung ke Posko Induk Banjir Sentani di Kompleks Bupati Jayapura, Gunung Merah, Kamis (21/3).
Selain Siklon Tropis Trevor, kata Dwikorita, di selatan Nusa Tenggara Timur juga sedang muncul Siklon Tropis Veronica. Meskipun jaraknya sekitar 600 kilometer dari pantai NTT, fenomena ini dapat berdampak pada pertumbuhan awan hujan yang signifikan di wilayah Jawa, Bali, NTB, dan NTT serta ketinggian gelombang laut yang mencapai 4 - 6 meter di perairan selatan Jawa hingga NTT.
Alarm peringatan dini banjir bandang
Menurut Dwikorita, ada sejumlah tanda yang bisa menjadi alarm peringatan dini saat terjadinya banjir bandang. Di antaranya, air sungai yang tiba-tiba berwarna keruh atau mengalir bersama lumpur, pasir, serta ranting dan batang kayu.
"Selain waspada banjir bandang, masyarakat juga harus waspada terhadap ancaman tanah longsor dan angin kencang," ungkap dia.
Baca Juga : Sekolah Mangrove, Bentuk Perjuangan Melestarikan Lingkungan di Pesisir Indramayu
Terjadinya perubahan lahan di lereng dan kaki Gunungan Cyclop secara tidak terkendali, semakin memperparah kejadian banjir bandang.
"Hal tersebut dikhawatirkan mengakibatkan makin berkurangnya vegetasi yag menahan aliran air dari atas. Meski di hilir tidak hujan, hujan di hulu ditambah kondisi lereng yang rapuh tentu menjadi pemicu longsoran," tuturnya.
"Semoga Sentani Jayapura dapat segera bangkit dan kepada seluruh korban diberikan ketabahan dan keikhlasan dalam menerima cobaan ini. Pemerintah bersama Papua," imbuhnya.
Artikel ini pernah tayang di Kompas.com, penulis: Gloria Setyvani Putri. Baca artikel sumber.
Sudut Pandang Baru Peluang Bumi, Pameran Foto dan Infografis National Geographic Indonesia di JILF 2024
Source | : | Kompas.com |
Penulis | : | National Geographic Indonesia |
Editor | : | Gita Laras Widyaningrum |
KOMENTAR