Nationalgeographic.co.id – Saat berkunjung ke rumah Muhammad Nasruddin (27), Anda akan melihat ratusan sepatu yang terbungkus rapi, bertumpuk di ruang tamunya. Mulai dari sepatu dewasa hingga anak-anak. Nasruddin merupakan salah satu produsen sepatu di desa Mojoranu, Sooko, Mojokerto, yang terkenal sebagai sentra pembuatan alas kaki terbesar di Jawa Timur.
Sebagai industri rumahan (home industry), Nasruddin menjadikan rumahnya sebagai ‘kantor’ sekaligus ‘pabrik’ untuk usahanya tersebut. Berpindah dari ruang tamu, kami menuju bangunan lain yang menjadi tempat produksi Sepatu Trendy FND—merk yang diusung Nasruddin. Di sana, terdapat beberapa pekerja yang sedang menyelesaikan tugasnya masing-masing.
Baca Juga : Atasi Kekumuhan, Warga Desa Doudo Ubah Sampah Jadi Sesuatu yang Bernilai
Ahmad Abdul Rozak, misalnya. Ia terlihat sedang menggabungkan pola sepatu yang sebelumnya sudah dijahit dengan sol dalam. Cara ini dilakukan sebelum mengelem dan merapikannya dengan bagian sol luar. Untuk tugasnya ini, Ahmad biasanya mampu menyelesaikan sebanyak 60 pasang per hari.
“Mulai dari setengah enam pagi sampai jam tujuh malam, biasanya bisa menyelesaikan tiga kodi,” ujarnya.
Nasruddin mengatakan, dalam satu minggu, ia bisa mendapat pesanan sebanyak 50 kodi, atau seribu pasang sepatu. Jika dijabarkan, total tujuh karyawan Nasruddin harus membuat 600 pasang sepatu anak-anak, dan 400 sepatu dewasa. Terkadang, pesanan itu pun bisa lebih—tergantung permintaan. Apalagi jika dekat dengan hari-hari khusus seperti masuk sekolah, Lebaran, Natal, dan Tahun Baru.
“Pesanannya dari berbagai wilayah. Yang lokal dari Mojokerto juga ada, kemudian dari Pasar Turi Surabaya. Di luar pulau, saya bisa mengirim hampir 30 kodi setiap minggu ke Sumatra Utara, Lampung, Gorontalo, Sulawesi Selatan, dan Banjarmasin,” papar Nasruddin.
Meski ia menjual berbagai model sepatu, namun yang menjadi unggulan adalah sepatu anak-anak dengan motif tokoh kartun seperti Hello Kitty, Frozen, dan Hey Tayo. Modelnya ia kreasikan sendiri sambil melihat perkembangan tren. Harga sepatu anak-anak yang diproduksi FND beragam, mulai dari Rp15 ribu hingga Rp30 ribu. Dan Nasruddin bisa mendapat omzet sebesar Rp35 juta setiap minggunya.
Ditipu dan mengalami kerugian
Orangtua Nasruddin dulu juga berbisnis sepatu. Namun sayangnya, saat krisis moneter terjadi pada 1998, mereka tidak bisa bertahan dan usahanya bangkrut. Setelah itu, Nasruddin mulai menjadi makelar untuk para pengrajin sepatu di desanya yang mampu menghindari krisis. Ia menjual produk-produk mereka ke pasar di Surabaya.
Sayangnya, banyak pengusaha yang tidak bisa memenuhi kuota saat itu. Permintaaan yang tinggi tidak sebanding dengan jumlah produksi. Alhasil, barang pun sering kosong dan Nasruddin kerap mendapat protes dari pedagang di pasar.
“Mungkin karena terkendala modal juga jadi mereka tidak bisa membuat sepatu dalam jumlah banyak,” cerita Nasruddin.
Melihat hal ini, Nasruddin pun memiliki keinginan untuk mendirikan ‘pabrik’ sepatunya sendiri pada 2011. Mengikuti strategi bisnis yang pernah ia lakukan sebelumnya, Nasruddin menjajakan sendiri produk sepatunya ke setiap pasar. Menawarkan kepada para pedagang apakah bersedia menjual sepatu buatannya di toko mereka. Sekarang, Nasruddin sudah memiliki langganan yang siap memesan ratusan pasang sepatu kepadanya setiap minggu.
Meski begitu, kerugian pun tak dapat dihindari oleh Nasruddin. Musibah pernah menghampirinya ketika ia menjadi korban penipuan pada 2014. Suatu hari, ada seseorang yang membeli sepatunya dalam jumlah banyak. Kala itu, sistem pembayaran yang digunakan adalah giro sehingga Nasruddin tidak langsung menerima uangnya. Betapa kagetnya Nasruddin ketika ia mengetahui ternyata gironya tidak dapat dicairkan—uang sebesar Rp29 juta-nya pun raib.
Baca Juga : Upaya Menjadikan Pulau Bidadari Sebagai “The Soul of Batavia”
Bukan hanya Nasruddin, 21 pengrajin lain di desa Mojoranu juga tertipu. Secara keseluruhan, kerugian mereka mencapai 1,3 miliar. Para produsen sepatu ini pun sempat melaporkan kejadian tersebut kepada polisi, tapi sampai sekarang pelakunya tidak pernah tertangkap.
Walaupun dapat bangkit kembali, tetapi sejak saat itu Nasruddin mengalami trauma. Ia tidak lagi memperbolehkan pembayaran dalam jumlah besar melalui giro. Jika ada yang ingin membayar dengan giro, Nasruddin membatasi nominalnya menjadi Rp10 juta.
“Pokoknya kalau habis pesan, langsung bayar. Memang cara ini membuat orang-orang akhirnya tidak bisa membeli banyak sekaligus karena uang tunainya terbatas. Namun, setidaknya lebih aman,” papar Nasruddin.
Pemasaran digital
Tidak bisa hanya mengandalkan pelanggannya saat ini saja, Nasruddin mulai menjajakan sepatunya melalui platform online. Bak gayung bersambut, Nasruddin bertemu dengan Muhammad Harir Afandi selaku pengelola Rumah Kreatif BUMN (RKB) Mojokerto. RKB sendiri merupakan program BUMN Hadir Untuk Negeri yang dikelola oleh PT Pertamina Persero dengan tujuan untuk mewadahi para pelaku UKM dan bersinergi dalam meningkatkan kapabilitas para pelaku usaha mikro.
Pemilik UKM dapat berkonsultasi tentang usahanya kapan pun kepada pengurus RKB. Dan setiap bulan, ada empat kali pelatihan yang diselenggarakan. Meliputi branding produk, pemasaran, hingga manajemen bisnis.
Dari sana lah, Nasruddin semakin berusaha memanfaatkan media sosial serta marketplace untuk memasarkan produknya.
Baca Juga : Kampung Sayur Hingga Aloe Vera, Uniknya Cara Warga Doudo Manfaatkan Pekarangan Rumah
“Saya jadi mengerti bahwa kita bisa menjual produk langsung ke konsumen, tanpa perlu ada orang kedua. Di online bisa laku 20-40 pasang per minggu dan produknya semakin menyebar,” jelas Nasruddin.
Selain tentang pemasaran digital, Nasruddin juga sering mengikuti pelatihan manajemen keuangan dari RKB. Kini, ia lebih lihai mengatur pemasukkan dan pengeluaran dari bisnisnya.
“Soalnya percuma punya usaha kalau tidak bisa mengatur dan mengembangkannya. Nanti malah jadi beban. Dengan adanya pelatihan dari RKB ini, jadi menambah informasi dan membantu mengelola bisnis,” imbuhnya.
Nasruddin berharap, ke depannya, Sepatu Trendy FND bisa memiliki ciri khas sendiri dan semakin dikenal banyak orang.
Penulis | : | Gita Laras Widyaningrum |
Editor | : | Gita Laras Widyaningrum |
KOMENTAR