Nationalgeographic.co.id - Sekitar 55.000-50.000 tahun lalu, populasi manusia modern meninggalkan Afrika dan memulai perjalanan panjang yang akan membawa mereka ke seluruh dunia. Setelah melintasi Eurasia dan Asia Tenggara, mereka mengembara melalui pulau-pulau Indonesia, dan akhirnya sampai ke benua Sahul, yang merupakan gabungan Australia dan Papua Nugini modern.
Keturunan mereka adalah populasi manusia modern yang ditemukan di wilayah yang sangat besar itu.
Dalam penelitian baru yang diterbitkan dalam Proceedings of National Academy of Sciences, kami merinci bagaimana, selama perjalanan yang luar biasa ini, nenek moyang manusia modern bertemu dan secara genetik bercampur dengan sejumlah kelompok manusia purba, termasuk Neanderthal dan Denisovan, dan beberapa lainnya yang saat ini belum memiliki nama. Jejak interaksi ini masih tersimpan dalam genom kita.
Baca Juga: Irak Temukan Puluhan Kerangka Korban Pembantaian Rezim Saddam Hussein
Sebagai contoh, semua populasi non-Afrika modern memiliki sekitar 2% keturunan Neanderthal. Sinyal universal yang kuat ini menunjukkan bahwa peristiwa pencampuran Neanderthal yang asli pasti terjadi tepat setelah populasi kecil asli Afrika meninggalkan benua tersebut.
Kita bahkan dapat menggunakan sinyal genetik Neanderthal untuk mengetahui kapan mereka meninggalkan Afrika. Fragmen DNA Neanderthal yang berukuran besar ditemukan pada kerangka kuno dari Rusia selatan, berusia 45.000 tahun. Fragmen tersebut menunjukkan bahwa paling banyak 230-430 generasi bisa saja berlalu sejak peristiwa bercampurnya manusia purba dan modern (sekitar 50-55.000 tahun lalu).
Dengan menganalisis lokasi jejak genetik purba yang ditemukan kini (dari studi genetik sebelumnya) dan menggunakan peta tumbuhan pada zaman purba yang mengidentifikasi habitat seperti sabana yang menguntungkan di sepanjang rute 55.000 tahun lalu, kami telah merekonstruksi kemungkinan lokasi geografis dan jumlah peristiwa pencampuran manusia purba.
Salah satu peristiwa pencampuran pertama setelah Neanderthal tampaknya terjadi di Asia selatan. Kelompok manusia purba yang terlibat bukanlah Neanderthal atau Denisovan, tetapi sesuatu yang serupa - yang saat ini tidak memiliki nama.
Jejak genetik dari kelompok kuno ini dapat ditemukan dari populasi modern Punjabi dan Bengal, di India, hingga Papua Nugini dan Australia. Maka, kami berpikir bahwa peristiwa pencampuran ini (ditandai 1 pada peta) kemungkinan terjadi di suatu tempat di sekitar India utara, yang merupakan posisi paling “hulu” atau barat seperti yang pertama kali diamati.
Populasi leluhur manusia modern kemudian tampaknya menyebar ke utara ke daratan Asia ketika melintasi Asia. Di sana manusia purba ini bertemu dan bercampur dengan kelompok Denisovan (ditandai 2 pada peta). Orang-orang Denisovan ini secara genetik dekat dengan orang-orang yang sudah kita kenal dari pegunungan Altai. Jejak peristiwa ini dapat dilihat di Asia Timur hari ini, dan juga pada populasi Amerika Utara dan Selatan, yang berasal dari Asia timur laut.
Manusia modern lainnya menuju ke selatan menyusuri Semenanjung Malaysia dan menuju Kepulauan Asia Tenggara (ISEA) tempat kejutan besar menunggu. Mereka menemukan daerah itu sudah penuh dengan kelompok manusia purba yang berbeda, termasuk spesies yang sama sekali berbeda.
Penemuan fosil kerangka kecil baru-baru ini menunjukkan bahwa kerabat nyata Homo erectus (yang fosil awalnya umum ditemukan di Jawa) hidup di Filipina dan Flores (di sana mereka dikenal sebagai “hobbit”) hingga sekitar 52.000 tahun lalu. Mereka bertahan di sana sampai manusia modern tiba.
Populasi manusia modern yang masuk tampaknya pertama kali bertemu dan bercampur dengan kerabat jauh dari Denisovan di daerah tersebut, meninggalkan sinyal dalam genom Australo-Papua dan beberapa populasi ISEA.
Sinyal-sinyal ini sangat berbeda dari peristiwa bercampurnya manusia purba dan manusia modern di atas, dan sebaliknya berasal dari kerabat Denisovan yang telah berpisah secara genetik dari Altai/Denisovan Asia Timur sekitar 280.000 tahun yang lalu. Lokasi pencampuran ini tampaknya berada di suatu tempat di sekitar Malaysia selatan/Kalimantan (ditandai 3 pada peta).
Gelombang manusia modern tampaknya tidak menunggu lama untuk melewati Garis Wallace - pembatas biogeografi terkenal yang secara efektif menandai tepi daratan ISEA yang bergabung selama periode gletser terakhir, ketika permukaan laut setidaknya 120 meter lebih rendah.
Kita tahu ini karena kemunculan tiba-tiba situs arkeologi tepat di seberang Australia sekitar 50.000 tahun yang lalu. Situs ini menunjukkan bahwa manusia modern dengan cepat melintasi celah laut melalui ISEA.
Meski ada satu situs di Australia yang jauh sebelumnya, tempat batu Madjedbebe yang berusia 65-80.000 tahun di Arnhem Land, tempat ini tidak dimasukkan ke dalam sisa catatan Australia dan usia situs itu sendiri dipertanyakan.
Ketika bergerak melalui ISEA, populasi manusia modern tampaknya telah bertemu (dan bercampur) dengan dua kelompok manusia yang lebih kuno. Populasi pemburu-peramu di Filipina menyimpan sinyal peristiwa pencampuran Denisovan lainnya (ditandai 4 pada peta), setelah mereka menyimpang dari gelombang utama manusia modern yang bergerak melalui ISEA.
Serupa dengan itu, sebuah studi genetik dari populasi modern bertubuh pendek yang tinggal di sekitar gua Flores tempat kerangka kecil dari “hobbit” ditemukan, mengidentifikasi sinyal DNA yang bukan berasal dari Homo erectus, tetap dari sumber lain yang membingungkan. Sumbernya bukan Neanderthal atau Denisovan tapi jenis manusia purba yang berumur sama, yang belum diberi nama (ditandai 5 pada peta).
Baca Juga: Manusia Sudah Mengonsumsi Ganja Sejak 2500 Tahun Lalu, Ini Buktinya
Yang dapat disimpulkan dari berbagai studi genetik di seluruh wilayah ini adalah bahwa nenek moyang manusia modern tampaknya telah bertemu dan bercampur dengan empat manusia purba yang berbeda, dalam setidaknya enam peristiwa. Semua ini terjadi dalam waktu yang sangat singkat, antara ketika mereka meninggalkan Afrika 50-55.000 tahun yang lalu hingga tiba di Australia dan Papua Nugini maksimal 5.000 tahun kemudian.
Hebatnya, tak satu pun dari peristiwa pencampuran genetik ini tampak melibatkan spesies fosil di ISEA yang kita tahu masih ada ketika manusia modern tiba, seperti Homo luzonensis (Filipina) dan hobbit Flores.
ISEA jelas merupakan tempat yang sangat ramai sekitar 50.000 tahun yang lalu, ditempati oleh banyak kelompok manusia purba di banyak pulau yang berbeda. Akan tetapi, tidak lama kemudian, satu-satunya yang selamat hanya kita.
Las Asimi Lumban Gaol menerjemahkan artikel ini dari bahasa Inggris.
Penulis: João Teixeira, Research associate, University of Adelaide
Artikel ini terbit pertama kali di The Conversation. Baca artikel sumber.
Source | : | The Conversation Indonesia |
Penulis | : | National Geographic Indonesia |
Editor | : | Gita Laras Widyaningrum |
KOMENTAR