Menurut AirVisual, angka AQI di kisaran 151-200 masuk dalam kategori tidak sehat, termasuk Jakarta yang ada di angka 162. Di bawah Jakarta, Ulanbator, Mongolia, menempati posisi kedua dengan AQI 161 dan Tasken, Uzbekistan di posisi ketiga.
Posisi ini bisa berubah secara cepat tergantung kondisi udara terkini yang terdeteksi. Namun, data dan indikator yang disebutkan oleh AirVisual dikonter pemerintah dalam hal ini Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan ( KLHK) dan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika ( BMKG).
Baca Juga: Hidup di Tengah Polusi Udara Kota, Adakah Cara untuk Tetap Sehat?
Kepala Subbidang Prediksi Cuaca BMKG Agie Wandala Putra menyebutkan, berdasarkan data BMKG, kondisi udara di Jakarta tidak seburuk sebelumnya. Lapisan berwarnah putih kelabu yang terlihat menyelimuti Jakarta merupakan bentuk polutan yang terperangkap dan sulit terurai oleh atmosfer.
“Layer warna putih kelabu itu polutan sebenarnya. Udara kering yang menyatu dengan asap kendaraan, cerobong asap, dan lain-lain,” kata Agie. Hal ini lumrah terjadi saat puncak musim kemarau tiba karena tidak ada air hujan yang membantu proses penguraian polutan di udara.
Baca Juga: Benarkah Tanaman Tidak Memiliki Perasaan? Berikut Jawaban Para Ilmuwan
Source | : | Kompas.com |
Penulis | : | Bayu Dwi Mardana Kusuma |
Editor | : | Bayu Dwi Mardana Kusuma |
KOMENTAR