Nationalgeographic.co.id - Semangat Merawat lingkungan selalu jadi deru nafas National Geographic Indonesia dari tahun ketahun. Semangat ini sekaligus mengajak masyarakat untuk terus peduli dan melakukan usaha-usaha kecil merawat lingkungan.
Seperti masalah sampah plastik misalnya. Didi Kaspi Kasim, Editor in Chief National Geographic Indonesia mengatakan, kolaborasi dalam menangani sampah plastik tidak lengkap tanpa media dan komunitas.
Kedua hal ini berperan sebagai lembaga yang melakukan kontrol sosial dan pembentuk opini.
Begitu pula yang dilakukan oleh Komite Sastra Dewan Kesenian Jakarta (DKJ).
Dalam menjaga ekosistem lingkungan kesusasteraan, Komite Sastra DKJ memiliki cara tersendiri.
Baca Juga: Telisik Awal Sastra Melayu-Tionghoa Lewat Syair Iklan Abad ke-19
Lembaga otonom yang dibentuk oleh masyarakat seniman ini membuat sebuah festival literasi internasional yang bernama Jakarta International Literary Festival (JILF) untuk terus menjaga metamorfosis sastra dan industri buku.
DKJ sebagai mitra kerja gubernur DKI Jakarta dalam menghidupkan kehidupan kesenian di Jakarta berperan sebagai promotor kehidupan kesenian.
"Ini adalah sebuah festival yang sangat penting. Jadi, harapannya nanti tahun-tahun ke depan kita bisa tingkatkan lebih besar lagi. Ini kesempatan bagi kita semua untuk mengintensifkan dialog, tukar pikiran, dan tukar gagasan. Insya Allah, JILF ini akan menjadi sebuah ‘tonggak sejarah' baru bagi kegiatan kebudayaan di Jakarta," ucap Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan dalam konferensi pers JILF 2019 di Balairung, Balai Kota, Jakarta Pusat, Senin (5/8/2019), mengutip dari Kompas.com.
“JILF merupakan ajang yang berjuang mempererat solidaritas penulis-penulis negara-negara selatan, sekaligus memperkuat nama Indonesia di kancah sastra dunia,” jelas Aini Sani Hutasoit, perwakilan Komite Sastra DKJ pada pembukaan acara Lab Ekosistem Sastra (LES), Selasa (13/7/2019) di KeKini Cikini, Jakarta Pusat.
“Festival literasi bertaraf internasional ini adalah yang pertama kali hadir di Jakarta,” ujar Aini lagi.
Baca Juga: Memprediksi Perkotaan Masa Depan dengan Bantuan Karya Sastra
JILF memiliki berbagai rangkaian acara yang sangat menarik dan dimeriahkan oleh 60 penulis internasional ternama dari 16 negara. Di dominasi oleh penulis-penulis Indonesia, negara lain yang turut menyumbangkan penulisnya antara lain Bostwana, Siprus, Jerman, India, Malaysia, Mauritius, Palestina, Singapura, Somalia, Afrika Selatan, Thailand, Filipina, Turki, Inggris Raya, dan Amerika Serikat.
JILF dilaksanakan pada 20-24 Agustus. Serangkaian acaranya sudah dimulai sejak April dengan berbagai diskusi mengusung isu-isu literasi terkini.
Salah satu rangkaian program JILF yang menarik adalah kelas agen sastra atau disebut dengan LES. Melansir dari Jilf.id, Lab Ekosistem Sastra (LES) dihadirkan untuk menanggapi kebutuhan kesusastraan Indonesia akan perkembangan jejaring pelaku industri buku.
Dikemas sebagai lokakarya yang dibina oleh praktisi-praktisi mumpuni, Lab Ekosistem Sastra bertujuan untuk melahirkan tokoh-tokoh baru yang menekuni dan bergiat sebagai agen literer atau menjadi perintis dan pengelola toko buku alternatif yang berkelanjutan.
Serupa merawat tanaman, LES bertujuan menyirami, memupuki, dan menuai panen pelaku jejaring industri buku seperti penulis, penerjemah, dan toko buku independen.
Serunya, program ini bisa diikuti oleh berbagai kalangan muda dari usia 21-35 tahun dengan gratis!
LES dimulai dari Selasa (13/8/2019) hingga Jumat (16/8/2019) di Ke:kini ruang bersama, Cikini, Jakarta Pusat.
Baca Juga: Nh. Dini Meninggal Dunia, Foto Kecelakaan yang Merenggut Nyawa Sang Sastrawan pun Viral
Program LES yang paling unik adalah kelas Toko Buku Alternatif. Kelas ini sangat representatif melihat pertumbuhan toko buku independen yang sangat organik.
"Sebuah kota tidak akan disebut 'kota' jika tidak memiliki toko buku independen," begitu tulis Post di salah satu jendela tokonya.
Toko buku independen adalah alternatif dari toko buku fisik besar yang jenuh dan membosankan.
Mengusung semangat “berbagi” pengalaman membaca, selain menjual buku, toko buku alternatif menyediakan acara-acara kreatif dalam merawat lingkungan berpikir sehat.
“Tidak ada rumus dan konsep khusus mendirikan toko buku alternatif. Dengan kecintaan kami terhadap buku-buku, harapannya toko buku alternatif bisa jadi stimulan ekosistem buku yang semarak.” Ucap Maesy Ang, pemilik Post bookshop.
Penulis | : | Mahmud Zulfikar |
Editor | : | Bayu Dwi Mardana Kusuma |
KOMENTAR