Nationalgeographic.co.id - Para ilmuwan meneliti salju yang diambil dari sejumlah tempat di Arktika, wilayah utara Jerman, Pegunungan Alpen Bayern dan Swiss, dan Pulau Heligoland di Laut Utara, dengan proses yang khusus dirancang untuk menganalisis sampel salju tersebut di laboratorium.
“Kami memang menduga akan menemukan mikroplastik, tetapi kandungannya yang sangat besar membuat kami terkejut,” ungkap Melanie Bergmann, seorang peneliti Alfred-Wegener-Institute di Bremerhaven, Jerman.
Sejumlah ilmuwan mengatakan mereka mendapati salju di Arktikaa mengandung partikel mikroplastik dalam jumlah besar.
Hal itu mengindikasikan bahwa mikroplastik telah masuk ke dalam atmosfer dan melayang terbawa udara hingga ke pelosok terpencil lain di dunia, kantor berita Associated Press melaporkan, Kamis (15/8) pekan lalu.
Baca Juga: Wilayah Terisolasi Arktika Dihujani Mikroplastik, Bukti Parahnya Pencemaran
Penemuan mereka dipublikasikan Rabu (14/8) dalam jurnal Science Advances.
Penelitian sebelumnya telah menemukan bahwa partikel mikroplastik -- yang terbentuk saat material buatan manusia itu terurai menjadi pecahan-pecahan berukuran kurang dari lima milimeter, terkandung dalam udara di Kota Paris, Perancis; Teheran, Iran; dan Dongguan, China.
Studi tersebut membuktikan bahwa fragmen tersebut melayang di udara layaknya debu, serbuk sari, dan partikel halus dari knalpot kendaraan bermotor.
Baca Juga: Tak Hanya Sampah Plastik, Puntung Rokok Juga Berbahaya Bagi Lingkungan
Meski kekhawatiran akan dampak lingkungan mikroplastik terus meningkat belakangan ini, para ilmuwan masih terus memastikan efek apa, jika ada, yang timbul saat partikel tersebut masuk ke dalam tubuh manusia atau makhluk hidup lainnya.
Bergmann, yang turut serta dalam penelitian tersebut memaparkan bahwa kandungan mikroplastik tertinggi ditemukan di Pegunungan Alpen Bayern. Salah satu sampelnya mengandung 150 ribu partikel per 1 liter salju.
Walau sampel serupa di Arktika tidak begitu terkontaminasi, Ia berujar bahwa kandungan mikroplastik tertinggi ketiga pada sampel yang dianalisis, yakni 14 ribu partikel per liter salju, datang dari sebuah gunung es di Selat Fram, timur Greenland.
Rata-rata kandungan partikel yang ditemukan sendiri berjumlah 1.800 partikel per liter dari keseluruhan sampel yang diambil dari wilayah itu.
Martin Wagner, pakar biologi dari Universitas Sains dan Teknologi Norwegia (NTNU) yang tidak terlibat dalam penelitian tersebut, mengatakan bahwa tingginya angka kandungan yang ditemukan bisa jadi terkait dengan metode yang digunakan. Dengan metode tersebut, para peneliti mengidentifikasi mikroplastik sebagai partikel sekecil 11 mikrometer atau 0,011 milimeter, lebih tipis dari tebal sehelai rambut manusia.
Baca Juga: Pengetahuan Tentang Bahaya Sampah Plastik Harus Diajarkan Sejak SD
“Hasil ini menjadi penting karena banyak penelitian sejauh ini hanya mencari partikel mikroplastik yang lebih besar,” jelasnya. “Dengan demikian, bisa disimpulkan bahwa kita sangat meremehkan tingkat kandungan mikroplastik yang sebenarnya ada di sekitar kita.”
“Yang paling penting, studi ini membuktikan bahwa perpindahan udara di atmosfer adalah proses pokok yang menyebarkan mikroplastik, kemungkinan dalam jangkauan jauh dan berskala global,” tambah Wagner.
“Salju juga bisa jadi tempat utama mengendapnya mikroplastik dan pelepasannya saat salju mencair. Sesuatu yang belum diteliti sebelumnya.”
Bergmann juga membeberkan bahwa mikroplastik yang ditemukan dalam studi tersebut termasuk pernis yang biasa digunakan untuk melapisi mobil dan kapal, karet yang dapat ditemukan pada ban, dan material yang kemungkinan berasal dari tekstil dan kemasan.
Para peneliti menyimpulkan pula bahwa penyebaran partikel mikroplastik di udara sejauh ini selalu diabaikan sebagai salah satu sumber pencemaran, sehingga perlu dipantau dalam skema pengawasan polusi udara yang terstandar.
“Kita harus memahami efek apa yang ditimbulkan mikroplastik pada manusia, apalagi jika terhirup kita,” ujar Bergmann. [VOA Indonesia/ga/ft]
Source | : | VOA Indonesia |
Penulis | : | Bayu Dwi Mardana Kusuma |
Editor | : | Bayu Dwi Mardana Kusuma |
KOMENTAR