Walau sampel serupa di Arktika tidak begitu terkontaminasi, Ia berujar bahwa kandungan mikroplastik tertinggi ketiga pada sampel yang dianalisis, yakni 14 ribu partikel per liter salju, datang dari sebuah gunung es di Selat Fram, timur Greenland.
Rata-rata kandungan partikel yang ditemukan sendiri berjumlah 1.800 partikel per liter dari keseluruhan sampel yang diambil dari wilayah itu.
Martin Wagner, pakar biologi dari Universitas Sains dan Teknologi Norwegia (NTNU) yang tidak terlibat dalam penelitian tersebut, mengatakan bahwa tingginya angka kandungan yang ditemukan bisa jadi terkait dengan metode yang digunakan. Dengan metode tersebut, para peneliti mengidentifikasi mikroplastik sebagai partikel sekecil 11 mikrometer atau 0,011 milimeter, lebih tipis dari tebal sehelai rambut manusia.
Baca Juga: Pengetahuan Tentang Bahaya Sampah Plastik Harus Diajarkan Sejak SD
“Hasil ini menjadi penting karena banyak penelitian sejauh ini hanya mencari partikel mikroplastik yang lebih besar,” jelasnya. “Dengan demikian, bisa disimpulkan bahwa kita sangat meremehkan tingkat kandungan mikroplastik yang sebenarnya ada di sekitar kita.”
“Yang paling penting, studi ini membuktikan bahwa perpindahan udara di atmosfer adalah proses pokok yang menyebarkan mikroplastik, kemungkinan dalam jangkauan jauh dan berskala global,” tambah Wagner.
“Salju juga bisa jadi tempat utama mengendapnya mikroplastik dan pelepasannya saat salju mencair. Sesuatu yang belum diteliti sebelumnya.”
Bergmann juga membeberkan bahwa mikroplastik yang ditemukan dalam studi tersebut termasuk pernis yang biasa digunakan untuk melapisi mobil dan kapal, karet yang dapat ditemukan pada ban, dan material yang kemungkinan berasal dari tekstil dan kemasan.
Para peneliti menyimpulkan pula bahwa penyebaran partikel mikroplastik di udara sejauh ini selalu diabaikan sebagai salah satu sumber pencemaran, sehingga perlu dipantau dalam skema pengawasan polusi udara yang terstandar.
“Kita harus memahami efek apa yang ditimbulkan mikroplastik pada manusia, apalagi jika terhirup kita,” ujar Bergmann. [VOA Indonesia/ga/ft]
Source | : | VOA Indonesia |
Penulis | : | Bayu Dwi Mardana Kusuma |
Editor | : | Bayu Dwi Mardana Kusuma |
KOMENTAR