Nationalgeographic.co.id - Tahun ini, Brasil mengalami salah satu isu terbesar, yakni kebakaran hutan Amazon yang sudah mendapat porsi besar perhatian khalayak dunia. Mengapa demikian? Sebab, jika mengacu pada ucapan Presiden Perancis Emmanuel Macron, Amazon menyumbang setidaknya 20 persen produksi oksigen dunia.
Oleh sebab itu, wajar jika para pemimpin dunia seperti Macron menaruh perhatian besar terhadap kebakaran hutan Amazon yang disebut terparah di Brasil sejak 2013 itu.
Mengacu pada data Badan Penelitian Luar Angkasa Brasil (INPE) dilansir dari USA Today, Jumat (23/8/2019), api yang menjalar di kawasan Amazon Brasil tahun ini mencapai 18.627 kilometer persegi.
Jika dikomparasikan dengan salah satu wilayah di Indonesia, kebakaran hutan yang terjadi sudah seluas 28 kali DKI Jakarta yang memiliki luas 661,5 kilometer persegi. Atau jika diperluas, kebakaran itu dua kali lipat Jabodetabek (Jakarta-Bogor-Depok-Tangerang-Bekasi) yang jika digabungkan mempunyai luas 7.604,6 kilometer persegi.
Kemudian berdasarkan data INPE yang dirilis kantor berita AFP, terdapat 76,720 kebakaran yang terjadi dari Januari hingga Agustus 2019.
Kebakaran memang bukan hal baru di Amazon. Namun, kawasan dengan sejumlah titik terbasah dunia itu jarang mengalami kebakaran dalam skala besar.
Nigel Sizer dari Rainorest Alliance mengemukakan selama musim kering, meski ada orang membakar semak-semak, api bakal menyebar sedikit kemudian hilang. Seseorang menebang dan membiarkan kayu mengering. Maka, begitu dia menyulut api, kondisi itu bakal menjadi bencana karena menyebar secara cepat.
"Saat ini, hutan mengalami pergeseran dari ekosistem tahan api menjadi ekosistem rawan terbakar," kata Sizer.
Situasi itu jelas menjadi sorotan internasional. Para pemimpin dunia anggota G7, seperti Macron dan Perdana Menteri Inggris Boris Johnson, menyatakan bakal membahas situasi di Amazon dalam pertemuan akhir pekan ini. Namun, Presiden Brasil Jair Bolsonaro meradang dan menuduh mereka sedang menerapkan "pemikiran kolonial" karena tidak menyertakan Brasilia dalam pembicaraan.
Baca Juga: 'Hujan Plastik' Terjadi di Salah Satu Pegunungan Tertinggi di Amerika
Source | : | Kompas.com |
Penulis | : | National Geographic Indonesia |
Editor | : | Gita Laras Widyaningrum |
KOMENTAR