Nationalgeographic.co.id - Hari tanpa bayangan akan dialami wilayah Indonesia pada September-Oktober 2019. Fenomena ini dijelaskan oleh astronom amatir, Marufin Sudibyo, kepada Kompas.com.
Marufin menjelaskan bahwa hari tanpa bayangan atau lengkapnya hari tanpa bayangan Matahari adalah suatu hari bagi suatu tempat tertentu di mana manusia dan obyek lain yang berdiri tegak akan kehilangan bayang-bayangnya manakala Matahari mencapai titik kulminasi atas (istiwa') atau mengalami kondisi transit.
Baca Juga: Jatuh Cinta Mengubah Cara Kerja Otak dan Tubuh, Seperti Apakah?
Dikatakan Marufin bahwa setiap hari di antara terbit dan terbenamnya, Matahari menempuh lintasan khayali di langit yang tercermin dari dua parameter, yaitu altitud Matahari dan azimuth Matahari.
"Kulminasi atas terjadi saat altitud Matahari mencapai maksimum pada hari itu," kata Marufin.
Situasi tersebut terjadi bersamaan dengan saat azimuth Matahari bernilai 180º atau 0º, fenomena yang disebut sebagai transit Matahari, sehingga pada saat kulminasi atas terjadi, bayang-bayang benda tegak yang dibentuk oleh pancaran sinar matahari akan tepat mengarah ke utara atau ke selatan.
Hari tanpa bayangan Matahari terjadi manakala altitud Matahari tepat 90º, sehingga Matahari tepat berada di titik zenith (titik tertinggi yang bisa dicapai peredaran benda langit).
Secara astronomis, hari tanpa bayangan Matahari terjadi manakala nilai deklinasi Matahari, yakni salah satu parameter dalam sistem koordinat langit, tepat sama dan senilai dengan garis lintang sebuah tempat.
Baca Juga: Menggunakan Satelit, Cara Baru Mengukur Kelangkaan Air Dunia
Matahari mengalami gerak semu tahunan yang sifatnya siklik mulai dari yang terbesar deklinasi +23º 26' hingga yang terkecil deklinasi -23º 26'. Perubahan deklinasi tersebut membuat Matahari akan menempati titik zenith yang tepat berada di atas Garis Balik Utara (lintang 23º 26' LU) setiap 21 Juni pada saat deklinasi Matahari mencapai maksimum dan berada di atas Garis Balik Selatan (lintang 23º 26' LS) dan setiap 22 Juni pada saat deklinasi Matahari mencapai minimum.
Lantas, bagaimana dengan hari tanpa bayangan di Indonesia? Dikatakan Marufin bahwa Indonesia secara geografis terletak di antara lintang 6º LU hingga lintang 11º LS. Dengan demikian, akan terjadi hari tanpa bayangan Matahari pada titik-titik tertentu di Indonesia manakala Matahari memiliki deklinasi +6º hingga deklinasi -11º dan sebaliknya.
"Hari tanpa bayangan Matahari dapat terjadi di seluruh Indonesia, meski bergantung kepada garis lintang masing-masing tempat," ujar Marufin yang juga aktif di Jogja Astro Club dan International Crescent Observationts Project (ICOP).
Baca Juga: Fukushima Kehabisan Tempat untuk Menyimpan Air yang Terkontaminasi Radioaktif
Untuk paruh kedua tahun 2019 ini, hari tanpa bayangan Matahari di Indonesia akan dimulai pada Sabtu 7 Desember 2019 di kota Sabang, pulau Weh (propinsi Aceh).
Di hari-hari berikutnya Matahari berangsur-angsur kian ke selatan mengikuti gerak semu tahunannya, sehingga hari tanpa bayangan matahari akan terjadi di Kota Medan (dan tempat-tempat yang segaris lintang) pada 14 September 2019. Kemudian, di lintasan garis khatulistiwa (termasuk kota Pontianak, Kota Bonjol di Sumatra Barat, pinggiran Kota Pelalawan di Riau, pinggiran Kota Bontang di Kalimantan Timur dan pinggiran Kabupaten Parigi Moutong di Sulawesi Tengah) akan terjadi pada 23 September 2019, bersamaan dengan peristiwa ekuinoks.
Selanjutnya, akan terjadi di kota Palembang (dan tempat-tempat yang segaris lintang) pada 1 Oktober 2019. Berikutnya di Kota Jakarta (dan tempat-tempat yang segaris lintang) pada 9 Oktober 2019, Yogyakarta (dan tempat-tempat yang segaris lintang) pada 13 Oktober 2019, Denpasar pada 16 Oktober 2019 dan terakhir di Baa, Pulau Rote (Nusa Tenggara Timur) pada 23 Oktober 2019.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Hari Tanpa Bayangan di Indonesia, Bagaimana Bisa Terjadi?". Penulis: Ellyvon Pranita.
Source | : | Kompas.com |
Penulis | : | National Geographic Indonesia |
Editor | : | Gita Laras Widyaningrum |
KOMENTAR