Oleh: Feri Latief
Nationalgeographic.co.id - Yulianti, 23 tahun, terlihat aktif membongkar Central Processing Unit (CPU) komputer, ia lalu memasang memori, setelah itu menghidupkannya. Terdengar bunyi ‘beep’, sebagai tanda komputer yang sebelumnya bermasalah itu kembali bekerja normal. Ia dan teman-temannya tersenyum senang.
Ada yang mengagumkan dari apa yang dikerjakannya, semua dilakukan tanpa menggunakan jari jemari atau telapak tangan. Karena Yuli, begitu panggilan perempuan muda itu, menyandang disabilitas. Organ tubuhnya mengalami pengurangan ekstremitas bagian atas (upper limb reduction). Tangannya hanya sebatas siku, tanpa lengan, telapak tangan dan jari jemari.
Baca Juga: Potret Keseharian Suku Aymara yang Kerap Dianggap Sebagai Cerita Rakyat
Yuli, asal Bogor, bergabung dengan seratusan anak muda penyandang disabilitas lainnya yang berasal dari seluruh Indonesia untuk mengikuti pelatihan kerja di Balai Besar Rehabilitasi Vokasional Bina Daksa (BBRVBD) Kementerian Sosial di Cibinong Bogor, Jawa Barat.
Selama sepuluh bulan, mereka dilatih untuk siap memasuki dunia kerja. Pengetahuan mereka diasah, mental mereka digembleng. Karena lembaga itu bukan hanya melatih ketrampilan tapi juga bimbingan mental dan konseling.
Seperti yang disampaikan Rachmad Azzam, instruktur di kelas desain grafis.
“Di balai ini tidak hanya dibekali keterampilan teknis, tapi juga soft skill. Yaitu pelatihan motivasi,” ungkapnya.
Karena para peserta difabel datang dari berbagai latar belakang dan lingkungan yang belum tentu mendukung motivasinya.
Hal ini diakui oleh Yulianti. Pelatihan motivasi yang membuat para peserta bersemangat membuat dirinya ikut bersemangat.
“Sebelum di sini saya biasa diam di rumah, tak pernah gaul juga. Mungkin karena saya minder juga. Setelah di sini saya pede (percaya diri)," jelasnya berbinar.
“Teman-teman saya mempunyai kekurang, mereka bisa se-pede itu. Kenapa saya yang mempunyai kekurangan gak pede?” lanjutnya lagi.
Menurutnya banyak yang diajarkan di balai mulai dari kepercayaan diri, prilaku dan sopan santun.
Untuk ketrampilan teknisnya sendiri ada lima kelas ketrampilan yang diajarkan. Yakni, Penjahitan, Desain Grafis dan Percetakan, Komputer, Elektronika, yang kelima adalah Otomotif dan pengerjaan logam.
Kepala balai, Dra. Puji Astuti M.Si. menyampaikan bahwa selain itu ada lagi kelas ketrampilan yang setiap tahun ada perubahan, jadi total ada enam kelas ketrampilan.
“Target pendidikan ketrampilan di sini anak bisa mandiri, baik bekerja di perusahaan atau membuka usaha sendiri, “ terang Puji.
Sebelum menyelesaikan pelatihan dan mendapat sertifikat, para peserta diwajibkan magang selama dua bulan di perusahaan.
Tercatat ada 400 lebih perusahaan di seluruh Indonesia yang bekerja sama dengan balai dalam penyaluran tenaga kerja. Sehingga mudah untuk menyalurkan peserta untuk magang.
Setiap tahun selalu ada pembukaan rekrutmen kerja bagi para peserta untuk bekerja di perusahaan. Banyak peserta pelatihan sebelum resmi menerima tanda kelulusan berupa sertifikat, sudah diterima bekerja di perusahaan.
Apakah lulusannya banyak terserap di dunia kerja? Puji menjelaskan bahwa setiap tahunnya selalu ada peningkatan.
“Untuk tahun ini mungkin lebih banyak juga, hampir 70%. Karena sudah ada undang-undang, kemudian perusahaan sudah aware terhadap kelompok difabel. Kadang perusahaan sendiri yang dating ke sini untuk seleksi siswa,” jelasnya menutup pembicaraan.
Baca Juga: Ingin Resolusi Tercapai? Ini Langkah-langkah yang Bisa Dilakukan
Tidak 100% memang lulusannya bisa diterima di dunia kerja. Namun begitu ini adalah jalan membuka peluang dan jejaring untuk mendapatkan akses ke dunia kerja.
Ketrampilan dan semangat yang diajarkan kepada siswa difabel membawa harapan besar untuk bisa bersaing untuk masuk ke dalam dunia tenaga kerja.
BBRVBD singkatan Balai Besar Rehabilitasi Vokasional Bina Daksa adalah lembaga sosial yang dimiliki Kementerian Sosial Republik Indonesia, Lembaga pelayanan rehabilitasi vokasional yang profesional dan mempersiapkan calon tenaga kerja difabel untuk memiliki daya saing.
Penulis | : | National Geographic Indonesia |
Editor | : | Gita Laras Widyaningrum |
KOMENTAR