Nationalgeographic.co.id - Online Workshop Perfect Night Perfect You Low Light Smartphone Photography merupakan rangkaian puncak acara kompetisi potret dengan telepon pintar vivo V19 sejak 10 Maret lalu.
Karya-karya 20 finalis dipamerkan pada acara ini, setelah sebelumnya 3 pemenang terbaik diumumkan yakni Nico D Cornelius dengan tajuk karya "Masih ada Cahaya Ramadan Tahun di Ini", Ikhsan Effendi "Tadarus Al-Qur'an", dan M Abdul Ghofur "Bercanda dengan Kakak".
"Suasana tahun ini agak berbeda" kata Didi Kaspi Kasim, Editor in Chief National Geographic Indonesia "ditengah pandemi, begitu banyak hal yang sebelumnya tidak lumrah menjadi normal. Perkembangan telepon pintar semakin luar biasa. Setiap tahun kita dibuat tercengang pada karya dengan telepon pintar. Karya dan kualitasnya bisa diadu dengan kemampuan kameran lain." katanya saat membuka acara (13/05/2020).
Pagebluk corona merupakan waktu yang tepat untuk eskplorasi kemampuan fotografi. Banyak orang dengan sengaja membagikan ilmu secara cuma-cuma. Karena itu Didi yakin bahwa karantira di rumah justru memberikan cipta karya kreatif dengan memanfaatkan sudut ruangan yang tak terjamah menjadi hasil fotografi indah melalui telepon pintar.
Adalah kali pertama kolaborasi vivo bersama National Geographic Indonesia diadakan secara diskusi daring. Pada sesi pembuka, Fachryansyah Farandy, Digital and PR Director vivo Indonesia mengingat kembali kerjasama terdahulu yang diadakan secara event offline. "Semoga spiritnya tetap sama. Kami merasa bangga bermitra ke tiga kalinya. Kami juga ingin mengapresiasi ribuan karya kreatif yang masuk dengan memanfaatkan objek sederhana."
Peserta vivo V19 Perfect Night Perfect You Photo Competition ini mengeksplorasi kemampuan memotret yang menggabungkan gaya human interest dan low light. Diskusi pemenang menurut Fachry sempat diwarnai diskusi panjang sebab karya-karya yang dihadirkan jauh melampaui ekspektasi juri. Fachry berharap melalui vivo V19, dapat mendukung kegiatan fotografi telepon pintar di Indonesia.
Mahandis Yoanata, Moderator sekaligus Managing Editor National Geographic Indonesia, mengingatkan bahwa sejak 10 Maret sampai 8 April sialm peserta sudah melalui dua babak penyisihan. Dewan juri mendapatkan 1885 karya foto kemudian menantang peserta untuk melakukan foto hunting bertema potrait dan human interest. Pun ada tantangan tambahan yakni memotret tema ramadan di rumah dengan vivo V19. "Ketentuan ini mendukung rekomendasi pemerintah tentang pembatasan sosial skala besar. 6 Mei 2020 lalu dewan juri melakukan penjurian dan secara resmi 8 Mei pemenang diumumkan," ucap Yoan.
"Potrait itu adaalah foto seseorang yang menangkap ekspresi biasanya berfokus pada wajah seseorang untuk mempertajam ide," ucap Rahmad Azhar Utomo, Fotogafer National Geographic Indonesia. "Kita sering terjebak human interest yang terfokus pada keriput nenek atau kakek padahal itu luas sekali dan bukan hanya untuk menunjukan kemiskinan seseorang."
Low light dalam foto dinilai Azhar ialah bagaimana kita mengenali sumber cahaya. Keadaan low light tak hanya di malam hari, pagi, siang, dan sore pun sama menurut Azhar. Cahaya harus dipelajari darimana ia berasal. Kiat memotret low light sejatinya menggunakan tripod karena menggunakan kecepatan yang lambat dan atur exposure di telepon pintar. Jika cahaya sudah baik maka akan menghasilkan foto cerita yang kuat pada jenis human interest,
"Dalam Foto Nico ada pengabungan low light dan human interest yang kuat. kita bisa melihat seorang ibu memeluk Al-Qur'an diselipi foto keluarga dan menggunakan masker. Ia juga seperti memegang cahaya. Di masker ibu ini adalah apa yang kita rasakan sekarang," ucap Azhar mengomentari karya Nico D Cornelius.
Baca Juga: Kompetisi Foto vivo V19 Perfect Night Perfect You Berakhir, Berikut Pemenangnya
Kamera dari vivo V19 memang memumpuni untuk pencahayaan yang minim. Apalagi telepon pintar ini menyajikan fitur white balance pada kamera sehingga tone warna bisa di atur secara manual.
Selain itu, fitur lain dari kamera vivo V19 adalah hasil foto RAW. Fitur ini mirip dengan apa yang ada di kamera DSLR yakni hasil potret tanpa kompresi, jadi lebih mudah di edit.
"Kalau mau data lebih besar agar bisa di edit secara detail pakai kami menyarankan pakai RAW. Kalau ingin ambil foto super cahaya rendah dengan night mode. Selain itu, di vivo V19 kita punya multi frame noise reducion, yang mengagubkan frame dalam satu gambar dengan noise. Ini sangat cocok untuk fotografer yang memotret pada kondisi rendah cahaya," ucap Fachry menjawab pertanyaan pemenang ke dua kontes ini, Ikhsan Effendi.
Memotret menggunakan telepon pintar pada mode auto membantu menyederhanakan permainan cahaya menurut Didi. Karena dalam beberapa situasi, mode manual atau pro harus berurusan dengan kecepatan waktu. Sehingga bisa mengatur hasil foto yang kita inginkan tanpa beradaptasi dengan keadaan.
Tantangan perkembangan zaman membuat publik bertanya, apakan telepon pintar nantinya dapat menggantikan teknologi kamera DSLR di masa depan? Fachry pun menjawab dengan etis.
"Ya, telepon pintar juga bisa mengejar sektor teknologi fotografi. Namun jika menggantian atau tidaknya, itu adalah hal yang belum bisa dijawab. Karena ada hal-hal yang mewarnai duinia fotografi," tutup Fachry.
Sebagai epilog, Mahandis Yoanata bertutur bahwa masa karantina saat PSBB bisa dimaknai dengan merangkai dan mempelajari adegan cerita dari sebuah foto. "Tak hanya sekedar motret tanpa makna, kita bisa menampilkan foto secara dramatis. melalui teknologi telepon genggam terkini kita bisa menjadikan momen berharga untuk berbagai cerita."
Source | : | Online Workshop Perfect Night Perfect You vivo V19 |
Penulis | : | Fikri Muhammad |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR