Nationalgeographic.co.id - “Ini namanya sajadah COVID,”ujar Ekawatiningsih tersenyum sambil mengelus sajadah warna merah biru dengan motif gunung ringgit. Ekawatiningsih mencoba menghasilkan produk kreatif berbahan batik tulis untuk mengatasi permasalahan ekonomi yang dihadapi oleh para pembatiknya.
“Saya cari cara agar para pembatik saya bisa tetap membatik setiap hari. Saya hampir saja meliburkan para pembatik, mungkin hanya bisa masuk seminggu sekali,”ujar Eka mengenang asal mula memutuskan membuat sajadah kain batik tulis.
“Saya bukan yang pertama (membuat sajadah) tapi saya gembira, peluncuran sajadah dinamai Blue Series mendapat sambutan positif,” ujar Eka menyebutkan sejumlah pesanan yang cukup banyak.
“Sekarang pembatiknya semangat, masuk kerja setiap hari. Ini juga kolaborasi dengan Kesengsem Lasem dan Mas Didiet Maulana (IKAT Indonesia) untuk membuat mukenanya. Blue series juga, terinspirasi dari warna biru yang dibuat dengan tehnik kuna, ‘wedelan’ namanya,” tambah Eka.
Baca Juga: Ekawatiningsih Menjaga Rumah Kuna dan Warisan Batik Tiga Negeri Lasem
Kini, Eka membuat sajadah serial untuk Pasar Rakyat Lasem di https://kesengsemlasem.com/pasar-rakyat-lasem bersama 9 pembatiknya yang bernama mbak Sutimah, mbak Lasmirah, mbak Suwati, mbak Sukarmi, mbak Wakini, mbak Kadari, mbak Ngatijah, mbak Sumiah, dan mbak Anis di Rumah Batik Lumintu.
Pembuatan mukena yang juga menggunakan kain panjang batik tulis Lasem sempat membuat Eka kelimpungan mencari padanan kain bertema biru.
"Mencari kain dengan warna dan motif sejenis ke pembatik lain. Karena motif kain blue series ini pada dasarnya merupakan motif umum dan banyak pembatik yang membuat motif seperti lunglungan dan sekar jagad. Jadi harus kolaborasi juga dengan pemilik usaha batik lainnya. Untuk membuat sendiri juga memerlukan waktu agak panjang," ujarnya.
Baca Juga: Pasar Rakyat Lasem Daring: Kami Memilih Menyalakan Lilin Kecil
Rumah Batik Lumintu yang dijalankan oleh Ekawatiningsih. Eka, menghidupkan kembali tradisi membatik masa kakeknya dan kakak sang ibunda di rumah kuna berusia 200 tahun yang beralamat Jalan Sumbergirang II No.2, Lasem.
Peneliti Ungkap Hubungan Tanaman dan Bahasa Abui yang Terancam Punah di Pulau Alor
Penulis | : | Agni Malagina |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR