Nationalgeographic.co.id - Tagar #IndonesiaTerserah belakangan sering muncul dalam perbincangan publik di media sosial sebagai sarana penyaluran rasa frustrasi dan kekecewaan masyarakat terhadap penanganan wabah COVID-19 di Indonesia.
Pengguna sosial menyertakan tagar ini dalam menggambarkan ketidakpedulian masyarakat terhadap upaya pembatasan jarak dan kebijakan dari pemerintah yang tidak konsisten dalam penanganan pandemi.
Berbagai bentuk tindakan berisiko masyarakat banyak diberitakan seperti kumpul-kumpul di penutupan gerai McDonald’s di Jakarta, penumpang pesawat membludak hingga pasien COVID-19 yang menolak dirawat bahkan berusaha kabur dari rumah sakit.
Sementara laju jumlah kasus positif terus meningkat dan kematian tenaga medis yang tinggi.
Baca Juga: Mengapa Sulit Menahan Diri Agar Tidak Menyentuh Wajah Kita?
Ini terjadi di atas kebijakan-kebijakan pemerintah yang meragukan, bahkan tidak konsisten.
Ilmu psikologi sosial kesehatan menjelaskan bahwa ketidakpatuhan masyarakat terhadap protokol kesehatan sebagian besar terjadi karena kurangnya pemahaman mereka terhadap bahaya penyakit dan manfaat penanganan dan besarnya hambatan dalam akses kesehatan. Pemerintah punya andil besar di sini.
Ahli-ahli psikologi sosial telah mengembangkan bermacam model untuk menjelaskan dan memperkirakan perilaku-perilaku terkait kesehatan, terutama dalam menggunakan sarana kesehatan.
Pada 1950-an, beberapa psikolog sosial di Amerika Serikat (AS) mulai mengembangkan Health Belief Model (HBM) yang masih digunakan secara luas dalam riset perilaku kesehatan hingga kini.
HBM dapat dilihat sebagai perpaduan pendekatan filosofis, medis, dan psikologis untuk menjelaskan kepatuhan atau ketidakpatuhan masyarakat dalam melakukan upaya kesehatan.
Model ini dikembangkan untuk mengeksplorasi berbagai perilaku kesehatan baik jangka panjang maupun jangka pendek.
HBM terdiri atas enam komponen:
Source | : | The Conversation Indonesia |
Penulis | : | National Geographic Indonesia |
Editor | : | Gita Laras Widyaningrum |
KOMENTAR