Nationalgeographic.co.id - Selama beberapa dekade, para penduduk desa di perbukitan Loess Plateau, Tiongkok, percaya bahwa dinding batu yang runtuh di dekat rumah mereka adalah bagian dari Tembok Besar Cina.
Ini masuk akal karena sisa-sisa penghalang kuno berliku-liku yang melewati wilayah gersang di dalam lingkaran utara Sungai Kuning ini, menandai perbatasan pemerintahan Tiongkok yang membentang lebih dari 2.000 tahun.
Namun, ketika tim arkeolog Tiongkok datang untuk menyelidiki teka-teki tersebut beberapa tahun lalu, mereka mulai menemukan sesuatu yang menakjubkan dan membingungkan. Batu-batu itu bukan bagian dari Tembok Besar Cina tetapi reruntuhan kota benteng yang megah.
Penggalian yang dilakukan arkeolog berhasil mengungkap lebih dari enam mil dinding pelindung yang mengelilingi piramida setinggi 230 kaki dan tempat suci bagian dalam dengan lukisan mural, dan artefak batu giok. Yang paling menarik perhatian adalah bukti ritual pengorbanan manusia.
Baca Juga: Mengapa Bom Nuklir Menyebabkan Terbentuknya Awan Jamur?
Penemuan paling mengerikan berada di bawah tembok timur kota. Yakni 80 tengkorak manusia yang terkumpul di enam lubang.
Dua lubang yang paling dekat dengan Gerbang Timur, pintu masuk utama kota, masing-masing berisi tepat 24 tengkorak.
Jumlah dan penempatan tengkorak menunjukkan ritual pemenggalan kepala selama peletakan fondasi tembok—contoh pengorbanan manusia paling awal yang diketahui dalam sejarah Tiongkok.
Ilmuwan forensik menentukan bahwa hampir semua korban adalah gadis-gadis muda, kemungkinan besar tahanan yang tergabung dalam kelompok lawan.
“Skala kekerasan ritual yang diamati di Shimao belum pernah terjadi sebelumnya di Tiongkok awal,” kata Li Min, seorang arkeolog dari Universitas California, Los Angeles, di halaman National Geographic.
Tengkorak di Shimao menggambarkan pengorbanan manusia besar-besaran yang disebut Li sebagai "atribut yang menentukan peradaban Shang". Ini terjadi hingga berabad-abad kemudian (dari sekitar 1600 hingga 1046 SM) sebelum dinasti berikutnya mengakhiri praktik tersebut.
Source | : | national geographic |
Penulis | : | Fikri Muhammad |
Editor | : | Gita Laras Widyaningrum |
KOMENTAR