Sebagai peneliti yang ingin memopulerkan sejarah kepada publik, Sisco tidak cukup berhenti membaca dan berimajinasi. Tetapi ia mencoba utuk membuat suatu kegiatan jalan-jalan dengan 'menembak' situs-situs yang ditulis oleh Tjamboek Berdoeri. Rute-rute tempatnya dinamakan sesuai dengan zaman Tjamboek Berduri. Misal, dari "Zusterschool hingga Proefstation dan Pendjara Lowokwaroe."
Sisco juga menunjukkan fakta sejarah di tempat lain. Yakni Gedung Societeit di Jalan Buring (kelak menjadi RRI Malang dan kini menjadi Hotel Shalimar). Gedung ini menjadi latar foto Kwee Thiam Tjing bersama istrinya, bernama Nie Hiang Hio. Lantai gedung itu bercorak hitam-putih khas aula Freemason, karena pada awalnya memang dibangun untuk Loji Freemason.
Kwee Thiam Tjing tinggal di Malang hingga 1949. Ia adalah salah satu keturunan Tionghoa progresif yang tinggal di sana. Malang juga menjadi pusat politik baru saat itu setelah Surabaya lumpuh akibat perang 100 hari. Sebagai sebuah Kotapraja semenjak 1914, dalam segi sosial kultural, masyarakat Malang saat itu sudah memiliki infrastruktur yang cukup baik untuk ukuran kota Hindia Belanda.
Pada penutup paparan, Sisco memberikan hal yang menarik tentang alasan Kwee Thiam Tjing yang memilih profesi jadi jurnalis.
Kenapa Kwee Thiam Tjing memilih jadi jurnalis? Padahal dia anak pertama, yang dalam etnis Tionghoa biasanya berdagang. Baginya profesi jurnalis membuat dirinya merdeka dan bebas," kata Sisco.
Baca Juga: Bung Hatta: Stalin Memarahi Semaoen Karena Konvensi Nasionalis
Kehidupan Kwee Thiam Tjing atau Tjamboek Berduri agak unik dan berbeda dari kalangan Tionghoa pada umumnya. Pada saat usianya tujuh tahun, orang tuanya memasukkannya untuk studi di sekolah orang Eropa yakni Eurospeesch Lagere School (ELS).
"Dia tidak tahu mengapa disekolahkan di ELS. Ben Anderson menduga pada pembukaan IDAB bahwa Tjamboek keterima di ELS karena ada keturunan kapiten Tionghoa. Tapi kalau membaca di Menjadi Tjamboek Berduri mungkin dari orang yang menjadi tempat indekos yang memungkinkan keterima di ELS," kata Arief W. Djati, Editor IDAB 2004 dan Peneliti Biografi Tjamboek Berduri.
Sesudah umur 14, Kwee Thiam Tjing ia menyelesaikan Mulo dan sempat bekerja sebagai juru tulis di Nierop. Sesudah itu ia bekerja di Bandung selama 1-2 tahun di majalah Lay po.
Pada usia 24 tahun, Kwee Thiam Tjing sudah memakai nama samaran Tjamboek Berdoeri. Tapi sebelum itu ia juga pakai nama samaran lain saat bekerja di Pewarta Soerabaja. Nama lainya saat itu bernama "Togok".
Kisah Manuela Escobar Berusaha Menghilang dari Bayang-Bayang Buruk Pablo Escobar
Source | : | Bincang Redaksi National Geographic Indonesia |
Penulis | : | Fikri Muhammad |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR