Tempurung kelapa yang diambil dibeli dengan harga Rp1.000 hingga Rp2.000 per buah agar menjaga kualitas bahan tempurung kelapa. Dari bahan baku limbah tempurung kelapa tersebut, dihasilkan beberapa produk misalnya alat makan dan minum dari tempurung kelapa, yang dijual dengan harga mulai Rp200 ribu hingga Rp350 ribu per set.
Sementara itu, Mama Yane juga memproduksi lampu hias dari tempurung kelaoa seharga Rp1 juta hingga Rp2 juta tergantung besar dan kecilnya lampu hias yang dibuatnya.
Baca Juga: Pandemi COVID-19, Sampah Masker dan APD Banyak Ditemukan di Pantai
Dengan semangat, Mama Yane terus mengajarkan pemanfaatan limbah sampah dan menghasilkan keuntungan bagi keberlangsungan hidup sehari-hari bagi masyarakat sekitarnya.
Nama kelompok Kobek Millenial Papua yang diusulkan oleh Mama Yane sendiri memiliki makna yang berarti, “Kobek itu artinya kelapa dalam bahasa Biak. Millenial Papua yang juga berarti era milenial saat ini kita harus lebih semangat dalam apapun,” kata Mama Yane.
Hasil kerja keras Mama Yane akhirnya berbuah manis. Kelompok Kobek Milenial Papua telah mengantongi pemesanan cinderamata untuk kebutuhan PON XX yang rencananya diselenggarakan tahun 2021 di Papua.
“Pelan-pelan pesanan ini akan kami kerjakan, agar para tamu bisa membawa cinderamata hasil karya anak asli Papua,” pungkas Mama Yane sambil tersenyum.
Penulis | : | National Geographic Indonesia |
Editor | : | Gita Laras Widyaningrum |
KOMENTAR