Nationalgeographic.co.id - Sudah delapan bulan berlalu sejak pagebluk Covid-19 merebak di Indonesia. Hal tersebut menjadi pukulan telak bagi seluruh aspek kehidupan, termasuk seni dan budaya.
Pagelaran seni yang seakan mati suri. Selain kehilangan panggung, banyak seniman merasa khawatir akan lunturnya kelestarian seni dan budaya di tengah pesatnya arus globalisasi.
Kesenian tradisional menjadi yang paling terdampak. Pasalnya, panggung dan gedung pertunjukkan masih menjadi satu-satunya media untuk pentas.
Memastikan kelestarian seni tradisional masih banyak dilakukan dengan cara-cara konvensional. Menggelar pelatihan di sanggar hingga pentas langsung. Sementara, di tengah pandemi pertemuan tatap muka dan kontak fisik tak dapat dilakukan.
Baca Juga: Tari Topeng Denny Malik Terinspirasi dari Pandemi
Semua kegiatan dilakukan secara virtual di masa pandemi. Mengutip Antaranews (19/10/2020), Staf Ahli Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Mira Tayyiba mengatakan, pandemi mempercepat transformasi digital di Tanah Air.
“Transformasi digital yang sebelumnya lambat menjadi terakselerasi sepanjang pandemi. Jika melihat pada situasi saat ini, kita begitu tergantung pada aktivitas berbasis digital,” ujarnya.
Sebelumnya, Indonesia sudah tercatat sebagai salah satu negara dengan jumlah pengguna internet tertinggi di Asia Tenggara. Berdasarkan survei We Are Social, pengguna internet di Indonesia telah mencapai 175,4 juta pengguna per Januari 2020. Dari angka tersebut, 164 juta di antaranya merupakan pengguna media sosial.
Dari data tersebut bisa disimpulkan bahwa lebih dari separuh jumlah penduduk di Indonesia memiliki media sosial.
Baca Juga: Kisah Para Seniman Wayang Orang Lestarikan Kesenian Adiluhung di Era Digital
Oleh sebab itu, bertransformasi digital menjadi keniscayaan, termasuk bagi pelaku seni tradisional. Internet memiliki potensi yang sangat besar untuk mengenalkan seni dan budaya Indonesia kepada kaum milenial yang aktif dan banyak menghabiskan waktunya menggunakan media sosial.
Melihat fenomena tersebut, PT Pertamina (Persero) dan National Geographic Indonesia, tergerak untuk menghadirkan workshop virtual bertema pemanfaatan konten digital. Untuk mendorong peningkatan ekonomi para seniman maupun masyarakat di tengah kondisi pagebluk.
Dengan merangkul seniman-seniman tari yang tersebar di Indonesia, di antaranya Wayang Orang Bharata yang merupakan binaan Pertamina MOR III, Komunitas Tari Kolok Bengkala binaan Pertamina MOR V, dan Sanggar Tari Topeng Mimi Rasinah binaan Pertamina EP Field Jatibarang.
Menghasilkan konten efektif
Pada workshop virtual pertama mengangkat tema “Menghasilkan Konten Sederhana yang Efektif” yang berlangsung pada Minggu, (25/10/2020). Dengan menghadirkan inspirator Editor in Chief National Geographic Indonesia Didi Kaspi Kasim yang banyak masukan kepada seniman tari untuk dapat menghasilkan konten yang efektif.
Baca Juga: Kompetisi Desain Pelestarian Budaya Indonesia: Mengabadikan Budaya Lewat Sentuhan Digital
Didi mengungkapkan, untuk bisa membuat konten yang efektif dan selalu diingat oleh banyak orang ialah bagaimana kita menyampaikan ide atau gagasan kita menjadi satu cerita yang bermakna.
“Ada tiga prinsip dasar dalam membuat suatu konten yang pertama adalah kredibel, membuat konten harus memiliki sumber kuat dan bukan karangan semata, selanjutnya konten harus memiliki emosi, sehingga penonton dapat merasakan apa yang terjadi dalam cerita tersebut. Ketiga konten harus logic dengan penonton menerima dengan konten yang kita buat,” jelas Didi Kaspi Kasim.
Selanjutnya Didi juga menjelaskan dalam membuat konten, harus menentukan target untuk apa konten ini dibuat apakah itu menambah kesadaran akan seni tari yang begitu penting dalam sejarah Indonesia ataupun hal-hal lain yang ingin disampaikan.
“Dalam platform digital kalau kita konsisten dengan pesan dengan pesan yang kita sampaikan, penonton akan ingat dengan pesan yang kita sampaikan,” tambah Didi.
Baca Juga: Kisah Para Seniman Wayang Orang Lestarikan Kesenian Adiluhung di Era Digital
Tentukan target penonton, siapa yang kita sasar untuk dalam membuat konten, setelah menentukan target kita mengumpulkan cerita dan narasi untuk dijadikan sebuah karya yang menarik.
Menjaga eksistensi di media sosial
Memasuki workshop kedua PT Pertamina (Persero) dan National Geographic Indonesia mengangkat tema “Menjaga Eksistensi dan Kelestarian Seni Budaya Indonesia Melalui Sosial Media” pada Kamis, (28/10/ 2020). Social Media Superintendent Kompas Gramedia, Lutfi Kurniawan hadir sebagai inspirator.
Menurut Lutfi Kurniawan, sebelum membuat konten di media sosial sebaiknya mengenal terlebih karakter tiap media sosial yang hendak kita gunakan.
“Setiap media sosial memiliki karakter yang berbeda-beda, jadi kita harus memilah konten dengan media sosial yang hendak kita gunakan agar konten yang kita buat bisa lebih maksimal,” buka Lutfi Kurniawan.
Baca Juga: Bincang Redaksi: Racikan Bersantap Keluarga Bupati Jawa Masa Hindia Belanda
Selanjutnya untuk meningkatkan jumlah pengunjung pada media sosial yang kita buat adalah dengan rutin memposting konten itu sendiri. Agar lebih maksimal sebaiknya menjadwalkannya apakah tiap satu minggu sekali atau satu bulan sekali.
“Dengan membuat kalender konten, dapat membuat konten dengan teratur, sehingga bisa konsisten memposting konten-konten yang kita buat,” kata Lutfi.
Selain menjadwalkan setiap konten yang kita buat, manfaatkan media sosial untuk menceritakan setiap kegiatan yang kita lakukan di media sosial. Dengan begitu akan makin banyak orang tertarik mengunjungi media sosial yang Anda miliki.
Memasarkan aset di era digital
Pada workshop ketiga yang berlangsung pada Sabtu, (31/10/2020), mengangkat tema “Memasarkan Aset Komunitas Dalam era Digital” dengan inspirator Manager Marketing Komunikasi Kompas Gramedia, Burat Pangeran.
Baca Juga: Bantuan untuk Pelaku Pariwisata Riau yang Terdampak Pandemi
Burat Pangeran memaparkan, dalam memasarkan asset melalui platform digital ada tiga langkah dasar untuk berhasil pertama membangun aset digital, menyebarluaskan informasi, dan mendapatkan keuntungan
Dalam membangun aset digital, Anda harus menentukan platform mana penggunanya sesuai dengan konten yang dimiliki.
“Setelah menentukan platform baik itu membuat website atau media sosial, selanjutnya membuat konten-konten yang informatif sehingga banyak orang tahu dengan informasi yang disebarkan dengan begitu akan mendapatkan dukungan positif,” kata Burat.
Namun sebelum menyebarluaskan informasi, harus membuat konten sebaik mungkin agar saat ada pengunjung datang ke platform digital yang kita buat meninggalkan kesan positif sehingga ia akan rutin mengunjungi platform yang dibuat.
Baca Juga: Bantuan untuk Pelaku Pariwisata Riau yang Terdampak Pandemi
Selama mengikuti rangkaian workshop yang diselenggarakan PT Pertamina (Persero) dan National Geographic Indonesia, peserta mengakui merasa puas dan banyak informasi yang sangat bermanfaat agar bisa memanfaatkan platform digital untuk kemajuan seni dan budaya Indonesia.
“Selama mengikuti workshop banyak materi berharga saya dapatkan, terutama untuk bertahan di era digital seperti sekarang ini, semoga dengan mengimplementasikan apa yang kami pelajari dari workshop ini membuat sanggar Tari Topeng Mimi Rasinah bisa dikenal luas,” Ungkap salah satu peserta workshop, Aerli Rasinah dari sanggar Tari Topeng Mimi Rasinah di Indramayu.
Senada dengan Aerli, Ketut Kanta dari komunitas Tari Kolok Bengkala mengatakan, hadirnya workshop ini sangat membantu dalam mempromosikan Tari Kolok secara digital guna bisa dikenal banyak orang.
“Kami mendapat banyak pencerahan, semoga kedepannya kami bisa memanfaatkan platform digital sebagai media promosi,” kata Ketut Kanta.
Baca Juga: Bukit Pasir Purba Ditemukan di Mars, Seperti Apa?
“Workshop ini sangat membantu kami untuk bisa terus melangkah ke depan dengan materi-materi yang sangat inspiratif. Semoga kami bisa terus menjaga moto kami langgeng mu adalah harapan ku, lestari mu adalah tanggung jawab ku bisa terus lestari,” tambah Galih dari komunitas Wayang Orang Bharata
Mari bergabung dan #BerbagiCerita bersama National Geographic Indonesia untuk melestarikan budaya asli Indonesia.
Penulis | : | Nana Triana |
Editor | : | Sheila Respati |
KOMENTAR