Nationalgeographic.co.id—Perubahan iklim tak hanya mengakibatkan naiknya permukaan air laut yang menyebabkan abrasi, dan bencana alam lainnya seperti banjir rob, tapi juga menyebabkan beberapa danau, dan aliran sungai menyusut.
Laut Kaspia merupakan danau terbesar di dunia berlokasi antara Iran, Rusia, Kazakhstan, Turkmenistan, dan Azerbaijan, yang sumber mata airnya bergantung pada Sungai Volga di bagian utara danau tersebut. Para ilmuwan menemukan bahwa permukaan danau tersebut kian menyusut, dan mengering dari tahun ke tahunnya akibat perubahan iklim.
Matthias Prange, ilmuwan dari University of Bremen bersama timnya dalam The Other Side of Sea Level Change, yang dipublikasikan di Nature, memproyeksikan danau terbesar tersebut akan menyusut 9 hingga 18 meter, yang disebabkan oleh peningkatan substansial dalam penguapan danau yang tidak diimbangi dengan peningkatan debit sungai atau curah hujan.
Baca Juga: LIPI Menerbitkan Buku Berseri Tentang Perhitungan Danau di Indonesia
“Laut Kaspia dapat mewakili dari banyak danau lain di dunia. Banyak orang bahkan tidak menyadari bahwa danau menyusut secara dramatis karena perubahan iklim, seperti yang ditunjukkan oleh temuan kami," papar Matthias Prange, dilansir dari Eurekalert.
Prange bersama timnya dalam laporan mereka The Other Side of Sea Level Change, yang dipublikasikan di Nature, memproyeksikan danau terbesar tersebut akan menyusut 9 hingga 18 meter. Diprediksikan, fenomena ini berimbas juga pada rusaknya ekosistem di bagian utara danau tersebut, yang memiliki keanekaragaman hayati yang terancam punah seperti anjing laut kaspia dan ikan sturgeon.
Prange juga menilai bahwa banyak negara yang lamban, dan lengah menghadapi peristiwa yang terjadi, sehingga selain berdampak pada keanekaragaman hayati, juga berdamak pada bidang ekonomi, sosial, maupun politik negara yang berada di sekitarnya.
Dalam kasus Laut Kaspia, laporan IPCC (Intergovernmental Panel on Climate Change) pada 1990-an memperkirakan danau tersebut akan mengalami peningkatan permukaan pada 2010. Berkat laporan tersebut, pemangku kebijakan baik di tingkat regional hingga internasional, di kemudian hari tak jua melakukan studi lebih lanjut mengenai dampak maupun risiko, lalai dalam tindakan adaptasi, dan peninjauan kembali laporan IPCC.
Baca Juga: Singkap Bencana, Peradaban, dan Perburuan Sains Danau Matano
Selain itu minimnya kesadaran juga berhubungan dengan bias optimisme komunitas masyarakat, maupun pembuat kebijakan.
“Mereka mungkin merasa bahwa mereka tidak begitu terpengaruh oleh penurunan permukaan laut Kaspia daripada yang lain. Bias seperti itu dapat menghambat tindakan adaptasi yang terkoordinasi,” terang mereka.
Para ilmuwan menyarankan agar berbagai bidang internasional seperti PBB untuk membangun strategi, seperti 'dana iklim internasional' yang dapat mendanai proyek dan tindakan adaptasi, maupun mitigasi terkait danau yang menyusut akibat perubahan iklim.
Meski sudah cukup banyak penelitian ilmiah yang memprediksi pengeringan danau di berbagai belahan dunia, tapi masih minim yang berkaitan dengan konsekuensinya pada kehidupan manusia.
"Di masa depan, Laut Kaspia harus dijadikan contoh dalam penelitian ilmiah untuk menilai suatu daerah terhadap penurunan permukaan air," ungkap mereka. "Karena tidak ada negara yang dapat menyelesaikan permasalahan ini sendirian."
Source | : | Nature,eurekalert.org |
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR