Nationalgeographic.co.id—Plastik sudah menguasai lautan. Menjadi ironis bahwa umurnya yang panjang memperburuk ekosistem di sana.
Seorang manusia dibekali akal sehat dan dapat memilah hal yang baik dan buruk. Tapi tidak dengan satwa di lautan. Binatang-binatang memakan plastik yang beredar di lautan.
"Itu yang mengganggu satwa kita hari ini," kata Didi Kaspi Kasim, Editor in Chief National Geographic Indonesia saat membuka acara Berbagi Cerita Laut Bukan Tempat Sampah di KMP Portlink III Merak-Bakauheni.
Kehidupan sehari-hari kita memang tidak bisa lepas dari plastik. Bahwa itu adalah wadah terbaik, menurut Didi. Sejak dahulu sampai saat ini.
Buang sampah pada tempatnya sudah tidak cukup lagi saat ini, yang lebih penting adalah memilah sampah pada kategori yang tepat. Menaruhnya pada wadah sampah organik dan non-organik.
Di sini, akal sehat manusia bisa berjalan. Perubahan tak akan terjadi jika tidak saling mengingkatkan. "Budaya kita segan, tapi untuk ini butuh perubahan perilaku." kata Didi.
Tambahnya, sebagai bangsa yang besar karena laut kita harus memerlakukanya dengan baik. Bukan jadi tempat pembuangan tapi jadi tempat yang betul-betul kita jaga keindahanya.
"Saat ini kita tidak melihat laut sebagai muka kita tapi sebagai kakus. Sebagai belakang halaman kita, itu sangat menakutkan. Rasanya laut sudah tidak sdemikian mulia ketika kita bisa serta merta bisa membuang apapun ke laut kita," pungkas Didi.
Baca Juga: Menyelisik Alasan Psikologis Seseorang Menyampah Sembarangan
Acara dilanjutkan pada sesi berikutnya. Kali ini giliran Mario Sardadi yang berbicara. CSR Manager ASDP itu mengatakan bahwa akan ada inovasi terkait pengurangan sampah di lautan. Terutama di Selat Sunda, akses perjalanan Merak-Bakauheni.
"Pengelolaan sampah dimulai dari diri sendiri. Sebagus apapun sistem yang dibuat tapi masih buang ke laut juga salah," kata Mario "Pelabuhan Merak adalah salah satu dari asal-muasal sampah. Dari penumpang maupun petugas. Kita perlu edukasi terus,' ucap Mario.
Perubahan perilaku penumpang terhadap sampah menurut Mario berkembang dari tahun ke tahun. Mereka lebih peka untuk membuang sampah, tidak menyisakan lagi sampah di meja atau kursi.
Source | : | Berbagi Cerita NGI |
Penulis | : | Fikri Muhammad |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR