Nationalgeographic.co.id—Para ahli berpendapat, bila sekali terpapar daya tahan tubuh berkembang untuk mencegah terserang virus yang sama untuk kedua kalinya. Tetapi pada beberapa kasus, ternyata paparan virus Covid-19 dapat terjadi untuk kedua kalinya, dan para dokter mulai waspada.
Para dokter dari Yale University School of Medicine, melaporkan bahwa ada kemungkinan serangan kedua Covid-19 di waktu terpisah. Mereka memublikasikan laporannya dalam jurnal BMJ Case Report setelah merawat seorang pasien yang terpapar kembali.
Pasien tersebut kembali positif, setelah sebelumnya sempat sembuh selama empat bulan. Selama kepulihannya itu, ia juga sempat tak memiliki gejala dan hasil tesnya negatif.
Baca Juga: Tak Semua Anak Bebas COVID-19, Perlukah Penanganan Khusus Pediatri?
Dalam laporan, mereka menduga bahwa penyebabnya adalah kekebalan yang lemah dapat meningkatkan risiko infeksi kembali. Para dokter juga berpendapat, bahwa mungkin saja infeksi pertama justru lebih lemah daripada yang kedua kalinya.
Saat ini masih menjadi teka-teki bagi mereka mengapa terdapat orang-orang yang terinfeksi Covid-19 kedua kalinya. Sebab masih sedikitnya kasus yang telah dilaporkan di seluruh dunia mengenai fenomena ini. Misteri lainnya dari kasus kali ini, benarkah infeksi kali kedua disebabkan pelepasan virus yang terus menerus, atau virus yang sempat tak terdeteksi sejak awal.
Sebelumnya, pasien berusia sekitar 40 itu sempat sembuh pada April 2020, setelah terinfeksi parah. Infeksi yang berikutnya terjadi sekitar Agustus 2020 itu cenderung lebih ringan dari sebelumnya.
Pasien itu juga menderita diabetes tipe 2 yang cukup terkontrol, kelenjar tiroid yang kurang bekerja optimal, dan mengalami obesitas. Kondisi itu diyakini sebagai faktor membuat penyakit Covid-19 berkomplikasi lebih parah.
Berdasarkan catatan perawatan rumah sakit, ketika terinfeksi pertama kali, pasien itu mengalami kesulitan bernafas, sehingga ia membutuhkan ventilator. Dokter juga memberikannya pengencer darah dan berbagai obat lain yang umum digunakan untuk mengatasi Covid-19.
Baca Juga: Riset: Virus Corona Lebih Banyak Menular Lewat Udara ketimbang Benda
Ia dirawat di rumah sakit selama dua bulan dan mengalami komplikasi yang sangat serius, seperti infeksi, pendarahan gastrointestinal, pneumonia, dan gagal ginjal. Kemudian saat kondisinya membaik dibawa ke perawatan akut—seperti trakeostomi setelah intubasi berkepanjangan—untuk rehabilitasi ketergantungan.
“Saat dibawa ke unit gawat darurat, tanda-tanda vitalnya terlihat pada suhu 101,2 ° F (38,4 oC), denyut jantung 110 denyut per menit, kecepatan pernapasan 30 napas per menit dan saturasi oksigen 95% pada masker non-rebreather,” tulis para dokter yang kali ini meneliti.
Masa Depan Pengolahan Sampah Elektronik Ada di Tangan Negara-negara Terbelakang?
Source | : | bmj |
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Warsono |
KOMENTAR