Nationalgeographic.co.id—Pendiri Microsoft, Bill Gates, meminta negara-negara kaya di dunia mulai beralih ke daging sintetis demi mencegah perubahan iklim. “Saya tidak berpikir 80 negara termiskin akan makan daging sintetis. Saya pikir semua negara kaya seharusnya beralih ke daging sapi sintetis 100%,” ujarnya dalam sebuah wawancara bersama MIT Technology Review pada 15 Februari 2021.
“Anda akan terbiasa dengan perbedaan rasanya, dan klaimnya adalah mereka akan membuatnya terasa lebih enak dari waktu ke waktu,”kata Bill Gates.
Dalam wawancara tersebut, Gates sekalian mempromosikan buku barunya yang berjudul How To Avoid A Climate Disaster, yang menyajikan serangkaian usulan dramatis yang menurut miliarder berusia 65 tahun itu diperlukan untuk mencegah bencana global.
Sapi dan hewan pemamah biak lainnya menghasilkan metana saat mereka mencerna rumput. Gas dari sendawa sapi merupakan penyumbang besar emisi metana, yang telah mencapai rekor tertinggi menurut penelitian yang diterbitkan Juli lalu, seperti dilansir Sky News.
Baca Juga: Pabrik Bir Tertua di Dunia Ditemukan di Mesir, Pasok Kebutuhan RItual
Metana adalah gas rumah kaca yang kuat, 28 kali lebih efektif dalam memerangkap panas daripada karbon dioksida. Menurut para peneliti dari Global Carbon Project, emisi metana telah meningkat 9 persen sejak tahun 2000.
Gates dalam wawancara dengan MIT Technology Review tersebut menggembar-gemborkan alternatif daging nabati seperti yang dibuat Impossible Meats dan Beyond Meat. Ia mengatakan pilihan-pilihan daging nabati tersebut “memiliki peta jalan, peta jalan yang berkualitas dan peta jalan biaya, yang membuat mereka benar-benar kompetitif.”
Sayangnya, pasokan daging sintetis nabati hingga saat ini baru menyumbang kurang dari 1 persen pasar daging. Selain itu, dalam wawancara terpisah dengan The New York Times yang diterbitkan pada Senin pekan ini, Gates ditanya apakah dia sendiri masih makan burger biasa. Gates mengakui, “Saya kadang-kadang masih makan (daging) yang asli.”
Baca Juga: Jutaan Orang Akan Mati jika Dunia Gagal Tepati Perjanjian Iklim
Meninggalkan konsumsi daging asli sepenuhnya sebenarnya juga berisiko menghilangkan mata pencaharian banyak orang. Sampai sekarang, industri sapi potong telah berkontribusi mempekerjakan lebih dari 726.000 orang di seluruh Amerika Serikat. Texas memiliki sapi potong terbanyak di AS, diikuti oleh Oklahoma, Missouri, Nebraska, dan South Dakota.
Selain itu, permintaan Bill Gates untuk beralih ke daging nabati ini juga memancing kecurigaan atas kepentingan bisnis. Bulan lalu, sebagaimana dilansir Daily Mail, Bill Gates dinyatakan sebagai pemilik pribadi terbesar dari tanah pertanian di Amerika Serikat, setelah diam-diam membeli 242.000 hektare tanah pertanian di 18 negara bagian. Sang maestro teknologi, yang merupakan orang terkaya keempat di dunia dengan total kekayaan bersih 121 miliar dolar AS menurut Forbes, diam-diam telah membangun portofolio pertanian besar-besaran.
Kepemilikan lahan pertanian terbesarnya meliputi 69.071 hektare di Louisiana, 47.927 hektare di Arkansas, 25.750 hektare di Arizona, 20.588 hektare di Nebraska, dan 16.097 hektare di negara bagian Washington. Akuisisi atas lahan-lahan pertanian ini dilakukan secara langsung, serta melalui Cascade Investments, entitas investasi pribadi Gates.
Baca Juga: Studi Jelaskan Bagaimana Perubahan Iklim Memicu Pagebluk Covid-19
Tidak jelas mengapa Gates, yang lebih dikenal sebagai 'nerd' dan pebisnis komputer, telah berinvestasi di lahan pertanian begitu banyak. Dan yang mengejutkan, harga tanah-tanah yang dibelinya itu mahal, seperti yang terungkap dalam The Land Report.
Selain memiliki lahan pertanian terbesar di AS saat ini, Bill Gates adalah investor di beberapa perusahaan penghasil daging alternatif. Baik secara pribadi atau melalui Breakthrough Energy Ventures, ia telah menjadi pemilik saham di beberapa perusahaan, termasuk Beyond Meats, Carbon Engineering, Impossible Foods, Memphis Meats, dan Pivot Bio.
Source | : | The New York Times,Sky News,Daily Mail,MIT Technology Review |
Penulis | : | Utomo Priyambodo |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR