Nationalgeographic.co.id—Mausoleum O.G. Khow berkubah megah yang disokong delapan pilar. Bangunan monumental setinggi 15 meter ini pengerjaannya selama dua tahun, dan diresmikan pada 1931. Empat patung asal Italia bergaya Renaisans mengelilingi bangunan mausoleum, yang melambangkan kehidupan manusia—kanak-kanak, remaja, dewasa, menua. Di bagian tengahnya terdapat sebuah patung malaikat, yang tampaknya menautkan kehidupan setelah wafat.
Material granit hitam dan kristal marmernya didatangkan langsung dari Italia. Arsiteknya pun seorang Italia, bernama Giuseppe Racina dengan kontraktor bangunannya, Ai Marmi Italiani. Kontraktor itu memiliki kantor awal di Surabaya, kemudian berkembang di Malang dan Weltevreden-Batavia. Perusahaan ini sohor sebagai pembuat monument makam dan patung. Jejaknya masih bisa dijumpai dalam nisan-nisan zaman Hindia Belanda di beberapa permakaman kota di Jawa.
Olivier Johannes Raap memberikan pemaparannya tentang mausoleum ini. Dia merupakan warga asal Delft yang pernah menyenyam studi arsitektur di kotanya. Hampir setiap tahun, dia menyempatkan waktu liburan dengan menyambangi kota-kota di Jawa. Sederet bukunya telah terbit di Indonesia, yang bersumber dari koleksi kartu pos miliknya dari masa Hindia Belanda. Salah satu bukunya bertajuk Kota di Djawa Tempo Doeloe, yang diterbitkan Kepustakaan Populer Gramedia.
Baca Juga: Di Balik Mausoleum Cinta untuk Sang Filantrop Tionghoa di Batavia
Kata mausoleum, demikian Olivier membuka ceritanya, berawal dari makam Raja Mausolos (353 SM) di Yunani. Makam ini menjadi salah satu dari tujuh keajaiban Dunia Kuno. Kendati makam Mausolos telah lenyap, kata “mausoleum” tetap lestari sampai hari ini. Maknanya, bangunan makam yang agung atau monumen makam.
Mausoleum Khouw memakai batu dari Italia dan juga dirancang oleh seorang Italia, dengan desain yang mengikuti berbagai contoh dari arsitektur klasik. Model kuil bundar dengan atap kubah merupakan konsep gaya Yunani Kuno. Menurutnya, bangunan ini mengikuti konstruksi utama dari ikon dunia makam, yaitu Mausoleum Raja Teoderik di Italia (520 M) yang masih lestari. Mausoleum Teodorik dibangun dengan gaya arsitektur Romawi, yang berciri dinding tebal dan lengkungan setengah bundar. Dia menambahkan bahwa delapan lengkungan berstruktur oktagon itu menyangga sebuah atap kubah.
“Mausoleum Khouw menggabungkan struktur oktagon berlengkungan dengan pilar klasik,” ungkap Olivier. “Delapan pilar dipasang pada sisi luar bundaran lengkungan.”
Pilar itu mengikuti ordo klasik Toskana, yang halus tanpa hiasan garis vertikal. Semua badan tiang memiliki kepala yang bertakhtakan hiasan dari ordo klasik Korintus. Kepala tiang itu menggabungkan ornamen motif daunan dan ukiran melingkar. Dia juga menambahkan bahwa pilar itu memanjang ke atas “dengan finial atau hiasan ujung yang berbentuk guci dupa lengkap dengan asapnya.”
Baca Juga: Prosesi Pemakaman Megah Sang Mayor Cina Pelindung Besar Kesenian Jawa
Menurut Olivier, konsep ini membentuk konstruksi segi delapan yang terbuka dengan delapan pintu besar. Di atas setiap pintu terdapat sebuah pedimen, yaitu ornamen mahkota fasad, yang juga merupakan elemen dari repertoar arsitektur Yunani-Romawi. “Pedimen biasanya berbentuk segitiga,” ujarnya, “namun Mausoleum Khouw mengikuti contoh klasik itu dengan bebas.”
Pada bagian tengah terdapat ukiran bernuansa hieroglif Mesir Kuno. Di samping itu kita bisa menyaksikan bentuk ‘tiga tahap’ yang berkarakter gaya Art Deco. Olivier memperhatikan bahwa bentuk ‘tiga tahap’ ini juga muncul pada daun pintu, dan pada dasar kubah.
Baca Juga: Singkap Jejak Kediaman Sang Mayor yang Meraja Gula di Surabaya
“Penggunakan elemen modern bergaya Art Deco,” kata Olivier, “menceritakan bahwa pendiri makam ini tidak mau dianggap ketinggalan zaman.” Namun, sebagai lambang keabadian, gaya Art Déco tampaknya kalah pamor dibandingkan gaya Mesir-Yunani-Romawi, demikian paparnya. Dia mengatakan bahwa hal inilah yang menjelaskan “mengapa gaya Klasik tampak lebih berkesan dalam bangunan yang dirancang oleh Giuseppe Racina ini.”
Patung malaikat pada sisi makam ini merupakan lambang agama Kristen. Patung ini sebagai simbol kehidupan setelah wafat. “Alkitab menceritakan tentang malaikat pada sisi makam Yesus,” pungkas Olivier, “yang membawa pesan untuk para pengunjung: Yang Anda cari tidak ada di sini. Ia telah bangkit.”
Mendesak Pengesahan RUU Masyarakat Adat yang Menjadi Benteng Terakhir Upaya Konservasi
Penulis | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR