Nationalgeographic.co.id—Cagar Alam Pananjung Pangandaran sangat mudah ditemukan di peta karena lokasinya yang menjorok di laut di tengah teluk. Lokasi ini sudah menjadi kawasan konservasi sejak Desember 1934 oleh pemerintah Hindia Belanda atas usul Residen Priangan, Y. Eycken.
Pemerintah kolonial menetapkan kawasan konservasi ini seluas 457 ha, yang sebelumnya merupakan areal pertanian masyarakat setempat. Penggunaannya pun berlanjut saat merdeka sebagai cagar alam, karena di dalamnya ditemukan bunga rafflesia pada 1961.
Kini, Cagar Alam Pananjung pun sudah dapat dikunjungi sebagai Taman Wisata Alaam (TWA). Pembagian arealnya, berdasarkan SK Menteri Kehutanan pada Agustus 2010, membagi 34,321 Ha untuk TWA dan 454,615 Ha sebagai Kawasan Hutan Cagar Alam.
Secara administrasi, TWA dikelola oleh Badan Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) bersama Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Pangandaran. SBKSDA Jawa Barat II untuk pada kawasan hutan.
Baca Juga: Mitos Budaya yang Memengaruhi Pola Asuh Anak di Belahan Dunia
Selain menyimpan bunga rafflesia, kawasan ini juga menjadi berbagai fauna seperti merak, monyet, lutung, rusa, kancil, tregnggiling, ular, bajing, dan berbagai jenis burung. Tempat ini sempat menjadi kawasan konservasi banteng jawa (Bos javanicus) yang terancam punah akibat perubahan perilaku pasca erupsi gunung Galunggung di Tasikmalaya.
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR