Nationalgeographic.co.id—Sebelum menopang kehidupan seperti saat ini, Bumi diselimuti magma yang berpijar. Dalam jangka waktu yang lama, Bumi kemudian mendingin dan mulai membekukan magma di bagian kerak hingga layak dihuni kehidupan.
Karena teori penciptaan itu sulit dibuktikan, penciptaan planet kita masih diperdebatkan oleh para ilmuwan. Bukti geologis yang sukar ditemukan itu, menurut para ilmuwan disebabkan proses tektonik yang mendaur ulang hampir semua batuan yang berusia lebih dari empat milar tahun.
Temuan terbaru yang dipimpin oleh para peneliti dari University of Cambridge telah menemukan buktinya lewat hasil analisa pada zat kimia bebatuan kuno berusia 3,6 miliar tahun di Greenland.
Helen M Wiliams bersama timnya menulis laporannya di Science Advances (Vol. 7 No. 11, Maret 2021). Batuan ini menjelaskan bahwa di masa purba, magma Bumi mengalami pendinginan dan kristalisasi yang bertahap, sehingga mengatur proses kimiawi interior planet.
Proses itu jugalah yang dapat menentukan dan membangun struktur Bumi maupun atmosfer.
Baca Juga: Pernah Jadi Lautan Magma, Peneliti Ungkap Reaksi Sulfur Bulan
Mereka menulis, temuan ini juga menunjukkan batuan lainnya di kerak Bumi juga dapat menyimpan misteri lainnya terkait bukti sejarah magma purba.
"Ada sedikit peluang untuk mendapatkan fenomena geologis dan peristiwa dalam miliar tahun pertama sejarah penciptaan Bumi," terang penulis utama Helen Williams dikutip dari Eurekalert.
"Sungguh menakjubkan jika kita bahkan dapat memegang bebatuan ini di tangan kita—apalagi mengetahui begitu banyak detail tentang sejarah awal planet kita."
Pada proses penelitiannya, mereka menggabungkan analisa forensik ilmu kimia dengan pemodelan termodinamika untuk mencari asal mula batuan itu. Lewat metode ini jugalah mereka dapat menemukan bagaimana batuan ini bisa muncul di permukaan.
Bebatuan ini berlokasi di Sabuk Supracrsutal Isua yang terbentang di bagian barat daya Greenland seperti di Nuuk. Jika dilihat sekilas, bentuknya menyerupai batu basal modern yang umumnya ditemukan di dasar laut.
Pandangan awal terkait batuan ini dideskripsikan oleh para ilmuwan pada 1960-an. Kemudian penelitian terdahulu yang dipublikasikan di Science Direct (Vol. 15 tahun 2007) sekedar mengungkapkan bila batuan ini adalah yang tertua di Bumi.
Laporan studi tahun 2007 itu juga baru menduga adanya data penting terkait pencitaan Bumi, dan akhirnya dianalisa oleh para peneliti hari ini.
"[Penelitian] itu merupakan kombinasi analisa kimia baru yang kami lakukan dan [berkat] data yang diterbutkan sebelumnya yang memberi tahu kami kalau batuan di Isua mungkin mengandung jejak material kuno," ungkap Hanika Rizo, rekan penulis.
Baca Juga: Runtuhnya Majapahit dan Kronik Kesultanan Pertama di Tanah Jawa
"Isotop hafnium dan neodimium [yang terkandung di dalamnya] benar-benar menarik, karena sistem isotop itu sangat sulit untuk dimodifikasi. Jadi kami perlu melihat kimiawinya lebih detil."
Isotop itu ketika dianalisa Williams dan tim, ternyata berasal dari bagian dalam Bumi yang terbentuk akibat proses kristalisasi lautan magma di masa purba. Mayoritas batuan purba ini telah tercampur oleh proses konveksi di mantel bumi.
Tetapi para ilmuwan memperkirakan, batuan ini semestinya yang berada di zona terpencil di batas inti mantel--yang merupakan tempat terbenamnya kristal kuno—mungkin masih asri selama miliaran tahun.
Sisa kuburan kristal inilah yang diamati para peneliti. Sampelnya yang memiliki jejak-jejak besi itu memiliki anomali tungsten yang merupakan bagian dari kisah pembentukan Bumi.
Mereka menulis, batuan ini muncul ke permukaan Bumi dari mantel disebabkan ragam tahap kristalisasi dan peleburan. Itulah yang ditemukan para peneliti dari susunan isitopnya yang dihasilkan tak hanya disalurkan dari pelelehan di batas inti mantel.
Mereka menerangkan, campuran kristal kuno dan magma pertama-tama bergerak ke bagian mantel atas. Selama proses itu, unsur-unsur kimia diaduk sedemikian rupa untuk membuat 'kue marmer' dari berbagai bebatuan dari kedalaman yang berbeda.
Baca Juga: Pecahan Benua Purba Ditemukan di Tempat Terpencil Sekitar Kanada
Kemudian, pencairan secara hibdira pada bebatuan itu menghasilkan magma yang membentuk struktur geologis di Greenland ini.
Dalam hasil laporannya, para peneliti memperkirakan bahwa kemunuculan hotspot pada gunung berapi modern juga dipengaruhi proses kuno ini.
"Geokimia yang kami laporkan di bebatuan Greenland mirp dengan bebatuan hasil leutsan gunung berapi seperti di Hawaii," ujar Oliver Shorttle salah satu peneliti.
Peneliti lainnya, Simon Matthews mengatakan, "Kami telah mampu mengungkap apa yang dilakukan salah satu bagian interior planet kita miliaran tahun yang lalu, tetapi untuk mengisi gambaran lebih lanjut, kita harus terus mencari lebih banyak petunjuk kimiawi di bebatuan kuno."
Para peneliti menyebut, lewat temuan ini dapat menjadi wawasan tambahan bagi para ilmuwan untuk mengetahui lebih jauh mengenai pembentukan dan evolusi Bumi.
Source | : | Science Direct,eurekalert.org |
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR