Setelah kemajuan pengetahuan, rasanya rasa jijik lebih kompleks daripada yang dibayangkan oleh Darwin. Ada yang mengatakan bahwa rasa jijik adalah respon bawaan ada juga yang mengatakan itu terjadi karena berbagai pengalaman hidup yang bergantung pada budaya dan lingkungan, dalam Disgust as an Adaptive System for Disease Avoidance Behaviour.
Bagi sebagian orang, rasa jijik yang berlebihan justru mencegah kita mengonsumi hal kotor yang justru membuat kita sehat. Seperti makanan atau minuman yang kaya dengan fermentasi. "Ini bisa jadi pedang bermata dua karena keengganan pada hal-hal asing yang sebenarnya dapat meningkatkan kesehatan dan fungsi kekebalan tubuh kita," tutur Ackerman.
Di tepi hutan hujan Amazon di Ekuador, sebuah tim antropolog melakukan ekspedisi pada tahun 2005 untuk bertemu dengan Shuar. Salah satu orang dalam tim itu adalah Tiara Cepon-Robins, ahli parasit dari Colorado University. Cepon-Robins mulai mempelajari bagaimana budaya, lingkugan dan emosi memengaruhi cara manusia melindungi tubuh mereka dari penyakit.
Masa Depan Pengolahan Sampah Elektronik Ada di Tangan Negara-negara Terbelakang?
Source | : | National Geographic,The Expression of The Emotions in Man and Animals,The Impact of The Covid-19 Pandemic on Disgust Sensitivity,Disgust as an Adaptive System for Disease Avoidance Behaviou,Proceedings of The National Academy of Sciences |
Penulis | : | Fikri Muhammad |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR