Nationalgeographic.co.id—Hujan deras melanda kawasan Cycloop selama sepekan pada Maret 2019. Peristiwa banjir dan longsor terjadi di Kampung Sereh, tepian kawasan cagar alam. Peristiwa ini memakan korban jiwa lebih dari seratus orang, sekaligus menghancurkan sejumlah rumah masyarakat. Gelondongan pohon ikut tumpah ke jalan raya Kota Sentani dan mengakibatkan terjadinya beberapa kecelakaan.
Salah satu komunitas binaan BBKSDA Papua yang bergerak di bidang perlindungan hutan di lapangan adalah Masyarakat Mitra Polisi Hutan (MMP) "Holorowa". Komunitas ini telah dibentuk sejak 2015, yang mengerahkan masyarakat di sekitar kawasan penyangga.
Kuatnya sistem adat kehidupan suku juga mempengaruhi sistem tata guna lahan atau lahan dan sumber daya alam yang lebih dikenal dengan istilah hak tenurial. Hutan pegunungan Cycloop telah ditetapkan oleh Pemerintah sebagai cagar alam, namun masyarakat setempat menganggap hutan Cycloop yang dilindungi sebagai tanah adat mereka yang hak penguasaannya telah diwariskan secara turun-temurun.
Masyarakat Kampung Sereh yang tergabung dalam MMP Holorowa bersama aparat, turut membantu membenahi dampak longsor. Mereka turut memulihkan keadaan Kampung Sereh.
Amar Khristian M. OndikeLeuw (52) seorang masyarakat yang terdampak longsor, bersama istrinya, Lea Kwasuna (40) menceritakan bahwa mereka mendengar teriakan orang-orang dari luar rumah pada saat terjadinya longsor.
Keduanya melihat jelas reruntuhan longsor yang menuruni Pegunungan Cycloop. Celakanya, longsoran itu mengarah ke kampung mereka. Seluruh masyarakat meninggalkan rumahnya dan mengungsi untuk menyelamatkan nyawa.
Usai peristiwa tersebut, Lea kini membangun sebuah kebun bunga yang memiliki beberapa koleksi puspa endemik Papua, yakni anggrek hitam khas Papua. Amar yang merupakan ketua MMP Holorowa, membenahi daerah terdampak dan menaruh pupuk kompos blok di bekas area rendaman banjir bersama para anggotanya.
Baca Juga: Pusparagam Cycloop: Gerabah Terakhir Papua di Tepian Danau Sentani
Bahan yang dijadikan pupuk adalah kotoran sapi dan ampas sagu. Bahan tersebut disimpan selama satu sampai dua minggu, kemudian dimasukkan ke dalam cetakan berbetuk persegi. Pupuk tersebut merupakan hasil dari pembekalan oleh Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Papua dan Universitas Cendrawasih kepada MMP Kampung Sereh.
MMP Holorowa beranggotakan 15 orang, terdiri dari masyarakat dan anak kepala suku yang bertempat di kawasan Kampung Sereh, Distrik Sentani, Jayapura. Wilayah kerja mereka meliputi gunung merah hingga bumi perkemahan. Cara kerja MMP Holorowa menggunakan pencacatan manual, GPS, juga aplikasi smart patrol guna membantu perlindungan kawasan konservasi.
Resort Sentani telah dikelola dengan sistem RBM (Resort Base Management). Unit pengelolaan terkecil di tingkat tapak di dalam kawasan konservasi untuk memastikan efektivitas kinerja pengelolaan dan mengembangkan nilai manfaatnya.
Sejak 2016 Resort Sentani menggunakan Sistem Patroli SMART (Alat Pemantauan dan Pelaporan Spasial). SMART merupakan modul aplikasi yang dikembangkan untuk mengukur, mengevaluasi, dan meningkatkan efektivitas pemantauan dan kegiatan kawasan konservasi.
Tantangan pengelolaan di Resort Sentani termasuk tekanan pada perladangan berpindah, penebangan kayu, penambangan batu dan pasir, perburuan dan pemukiman ilegal. MMP Holorowa berkoordinasi dengan masyarakat dan tokoh adat serta tokoh pemerintahan untuk terus melakukan kegiatan preventif seperti patroli, penyuluhan, pendekatan non litigasi.
“Dalam melakukan patroli, MMP Holorowa menghindari friksi dengan masyarakat,” ujar Eddy Sam Lau (49), Kepala Resort Sentani BBKSDA Papua. “Para anggota MMP diberikan teknik berinteraksi dengan masyarakat. Khusus kepada masayarakat pemburu, anggota MMP Holorowa melakukan pendekatan personal supaya masyarakat dengan sendirinya sadar, sehingga mereka keluar dari kawasan cagar alam dan tidak lagi menggunakan daerah penyangga Pegunungan Cycloop.”
Tanah ini menjadi ibu bagi masyarakat Kampung Sereh, karena seluruh masyarakat dan makhluk hidup lainnya pun hidup dari Pegunungan Cycloops. “Pegunungan Cycloop adalah ibu bagi kami,” kata Yoseph Luns OndikeLeuw (45), masyarakat Kampung Sereh. “Nama lain Pegunungan Cycloop adalah Robong Holo; Robong artinya hutan, Holo artinya perempuan.”
Baca Juga: Pusparagam Cycloop: Asal-Usul Pulau Seniman Lukis di Danau Sentani
Yoseph menjelaskan bahwa Pegunungan Cycloop yang memberikan kontribusi besar bagi kehidupan manusia endemik di kawasan Pegunungan Cycloop, juga bagi masyarakat Jayapura. Bagi Yosep, membicarakan Pegunungan Cycloop tidak hanya membicarakan flora dan fauna endemiknya, tapi juga manusia endemik yang hidup di kaki pegununganya.
“Pegunungan Cycloop merupakan sumber air bersih bagi kami, suku-suku yang hidup di sekelilingnya,” ujar Yoseph. Yoseph mengatakan bahwa, penting bagi kita untuk belajar menghargai alam yang telah Tuhan berikan kepada kita, karena itulah yang telah diajarkan leluhur kepada kita sebagai anak-anak adat.
Tata kelola Pegunungan Cycloop pun telah diatur oleh pemangku adat. Telah ditentukan pula wilayah mana untuk mengambil kayu, dan wilayah mana yang tidak boleh diambil kayunya. Diatur pula wilayah mana mengambil kayu untuk rumah, dan wilayah mana mengambil kayu untuk perahu. Mengambil kayu pun tidak boleh berlebihan, tidak boleh serakah.
Adat mengambil kayu dari hutan seperlunya saja merupakan adat yang perlu terus dijaga. Hal tersebut merupakan bentuk rasa menghargai apa yang telah Tuhan beri, yaitu Pegunungan Cycloop, yang sampai saat ini memenuhi segenap hajat hidup orang banyak.
Penulis | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR