Sejak kemuncuculannya, Lusi tak henti-hentinya menyemburkan air, minyak, gas, dan lumpur, dengan laju aliran puncak hingga 180.000 meter kubik per hari. Gumpalan uapnya naik setinggi beberapa puluh meter. Selama bertahun-tahun semburan lumpur ini telah melanda dan menutupi beberapa desa yang meluas hingga lebih dari 90 hektare.
Baca Juga: Penemuan Mumi Lumpur Langka dari Mesir Kuno Kejutkan Para Arkeolog
Sebuah studi kolaboratif internasional yang dipimpin oleh Adriano Mazzini, peneliti dari Centre for Earth Evolution and Dynamics (CEED) di University of Oslo, dalam kerangka hibah ERC LUSI LAB telah memantau dan menganalisis Lusi selama beberapa tahun.
Dikutip dari laman resmi University of Oslo, hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa fenomena geologi ini dipicu oleh tekanan fluida yang tinggi pada batuan sedimen dan suhu tinggi akibat interaksi dengan gunung api magmatik di sekitarnya. Oleh karena itu, Lusi dianggap sebagai manifestasi permukaan dari sistem sedimen/hidrotermal hibrida.
Gas yang keluar dari Luasi ini kaya akan karbondioksida (CO2) dan metana (CH4). Metana adalah gas rumah kaca yang 18 kali lebih kuat dari karbondioksida. Gas-gas ini keluar pusat kawah Lusi dan menyebar hingga seluas 7,5 kilometer persegi.
Baca Juga: Tornado Cacing yang Muncul di New Jersey AS Bikin Bingung Para Ilmuwan
Tim peneliti menggabungkan teknik pengukuran berbasis darat dan satelit (TROPOMI) untuk mengukur jumlah gas yang dilepaskan ke atmosfer oleh Lusi. Kedua teknik tersebut menunjukkan total keluaran metana sekitar 100.000 ton per tahun. Ini adalah emisi metana tertinggi yang pernah tercatat secara eksperimental untuk satu manifestasi gas alam.
Source | : | Scientific Reports,University of Oslo |
Penulis | : | Utomo Priyambodo |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR