Namun, rencana tersebut telah banyak ditentang oleh warga Jepang dan negara-negara tetangga lainnya. Sebab, banyak warga Jepang maupun warga di negara-negara tetangga lainnya menggantungkan hidup mereka pada perairan Samudra Pasifik.
Satu kekhawatiran besar adalah bahwa klaim TEPCO tentang keamanan air mungkin salah. Sebuah studi yang diterbitkan dalam jurnal Science pada Agustus 2020 menemukan jejak beberapa isotop radioaktif lainnya di air limbah Fukushima, banyak di antaranya membutuhkan waktu lebih lama untuk meluruh daripada tritium.
Baca Juga: Takdir Bom Atom 'Ketiga' Sekutu dan Para Ilmuwan yang Jadi Korbannya
Beberapa dari bahan radioaktif tersebut mungkin telah masuk ke tubuh satwa-satwa liar setempat. Pada bulan Februari, media Jepang melaporkan bahwa pengiriman rockfish dihentikan setelah sampel ikan yang ditangkap di dekat Fukushima itu diketahui mengandung tingkat radioaktif cesium yang tidak aman.
Para nelayan lokal sangat khawatir bahwa membuang air limbah Fukushima ke laut dapat berdampak negatif pada industri mereka. Para nelayan itu telah menderita secara signifikan akibat bencana nuklir Fukushima sebelumnya.
Menurut NPR, tangkapan ikan di daerah tersebut hanya menghasilkan 17,5% dari tingkat penangkapan sebelum bencana tersebut. Para nelayan khawatir bahwa pekerjaan mereka akan menjadi sesuatu yang "mustahil" jika pemerintah melanjutkan rencana pembuangan air limbah nuklir tersebut ke laut.
Beberapa jam setelah pengumuman rencana tersebut, para pengunjuk rasa berkumpul di luar kantor pemerintah di Tokyo dan Fukushima. Juru bicara pemerintah dari China dan Korea Selatan juga mengutuk keputusan pemerintah Jepang tersebut.
Baca Juga: Kiat Memilih Cokelat Agar Dampaknya Terhadap Perubahan Iklim Rendah
Source | : | The New York Times,NPR,Live Science,Times |
Penulis | : | Utomo Priyambodo |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR