Nationalgeographic.co.id—Gunung es A68 akhirnya mencair hilang sepenuhnya. Gunung es seluas hampir 5.800 kilometer persegi atau setara luas Pulau Bali itu sebelumnya lepas dari Antartika pada Juli 2017.
Dan baru-baru ini, pada April 2021, bagian gunung es itu dilaporkan telah mencair tak bersisa. Hilang, menyatu dengan air di lautan.
Gunung es seberat 1 triliun ton itu sebelumnya menjadi pemberitaan besar dunia internasional karena patah atau lepas dari Antaritika. A68 adalah adalah salah satu gunung es terbesar yang pernah lepas dari Antartika berdasarkan catatan para peneliti sejak bertahun-tahun sebelumnya.
A68 terlepas dari Beting Es Larson C di tepi Semenanjung Antartika, dan selama setahun hampir tidak bergerak. Tapi kemudian ia mulai mengapung ke utara dengan kecepatan yang meningkat, mengikuti arus dan angin yang kuat.
Gunung es A68 kemudian bergerak berputar ke Atlantik Selatan menuju Wilayah Luar Negeri Inggris di Georgia Selatan. Pulau kecil itu adalah tempat banyak gunung es terbesar mati. Gunung-gunung es itu biasanya terjebak di perairan dangkal setempat dan kemudian akan mencair secara bertahap.
Namun, gunung es A68 nyatanya berhasil lolos dari takdir umum bagi gunung-gunung es besar seperti itu. Gunung es A68 hancur oleh gelombang, air hangat, dan suhu udara yang lebih tinggi di Atlantik. Ia kemudian hancur berkeping-keping menjadi fragmen-fragmen yang lebih kecil dan sangat kecil, baru kemudian mencair.
Baca Juga: Gunung Es Seluas Dua Kali Jakarta Lepas, Singkap Misteri Antartika
"Sungguh menakjubkan bahwa A68 dapat bertahan selama itu (hampir empat tahun)," ujar Adrian Luckman, peneliti dari Swansea University, seperti dikutip dari BBC News.
"Jika Anda berpikir tentang rasio ketebalan --ini seperti empat lembar kertas A4 yang ditumpuk satu sama lain. Jadi benda ini sangat fleksibel dan rapuh saat bergerak di sekitar lautan. Dapat bertahan selama bertahun-tahun seperti itu. Tapi akhirnya pecah menjadi empat hingga lima bagian dan kemudian hilang juga."
A68 mungkin akan paling diingat sebagai gunung es pertama yang menjadi bintang di media sosial. Ini berkat kemajuan satelit.
Orang-orang di seluruh dunia sejak 2017 lalu berbagi gambar satelit mengenai gunung es itu secara online, terutama saat gunung beku itu mendekati Georgia Selatan.
Seandainya gunung es itu menabrak Georgia Selatan, keberadannya bisa mengganggu aktivitas mencari makan banyak penguin di pulau itu. Banyak orang khawatir para penguin itu akan dalam bahaya.
Percakapan sehari-hari di Twitter dan Instagram mengenai gunung es tersebut pun menjadi ramai. Hal ini diperkuat dengan mudahnya akes ke seperangkat alat data ruang angkasa yang tersedia untuk umum saat ini.
"A68 menarik perhatian banyak orang yang berbeda," komentar Laura Gerrish, spesialis pemetaan di British Antarctic Survey (BAS). "Kita memperhatikan setiap putaran dan belokan kecil (dari gerakan gunung es itu). Kita dapat mengikuti kemajuannya dengan citra satelit harian, pada tingkat detail yang belum dapat kita lakukan sebelumnya."
Baca Juga: Ilmuwan Temukan Makhluk Aneh yang Hidup di Bawah Lapisan Es Antartika
Gunung es A68 bukan hanya objek keajaiban, tentu saja. Ia merupakan sasaran dari beberapa penyelidikan ilmiah yang serius.
Kisah hidup A68 hampir pasti akan memberi tahu para peneliti sesuatu tentang bagaimana beting es terbentuk dan bagaimana mereka pecah untuk menghasilkan gunung es. Beting es Larsen C, tempat asal gunung es A68, adalah platform es terapung yang sangat besar, terbentuk oleh penggabungan lidah-lidah gletser yang meluncur dari daratan ke laut.
Yang lebih menarik lagi, pecah dan hancurnya gunung es A68 ini menunjukkan bahwa gunung-gunung es di Antatika ternyata lebih rentan untuk hilang lebih cepat daripada perkiraan para ilmuwan. Sebelumnya, sejak awal 2017, para peneliti dari MIDAS Project, proyek untuk meneliti dampak pemanasan global terhadap beting es Larsen C di Antartika Barat, telah memprediksi bahwa gunung es A68 akan lepas dari Antartika sebab sudah ada tanda-tanda keretakan padanya akibat pemanasan dalam lapisan es tersebut. Mereka juga memprediksi bahwa gunung es itu kemudian akan hancur dan hilang tak bersisa dalam beberapa dekade mendatang.
Namun, ternyata, gunung es A68 itu lepas lebih cepat dan kemudian juga lenyap tak bersisa lebih cepat dari prediksi waktu para peneliti. Martin O’Leary, glasiologis dari Swansea University yang juga anggota tim MIDAS Project, mengatakan "hal ini menunjukkan lapisan-lapisan es (di dunia) kini berada dalam posisi yang sangat rentan.”
Baca Juga: Ratusan Tulang Manusia Ditemukan di Danau Himalaya, Milik Siapa?
Peneliti Ungkap Hubungan Tanaman dan Bahasa Abui yang Terancam Punah di Pulau Alor
Source | : | BBC |
Penulis | : | Utomo Priyambodo |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR