Nationalgeographic.co.id—Kapal selam KRI Nanggala-402 yang sempat hilang kontak sejak pekan lalu, telah ditemukan dalam kondisi tenggelam dan hancur di kedalaman 838 meter pada Minggu, 25 April 2021. Sebelumnya, Kepala Dinas Penerangan TNI Angkatan Laut (Kadispen AL) Marsekal Pertama Yulius Widjojono menyampaikan bahwa kapal selam militer Indonesia itu hanya memiliki kemampuan menyelam hingga kedalaman maksimal 500 meter.
"Pabrikannya 250-500 meter. Kalau lebih dari itu cukup fatal sih ya," kata Yulius melalui sambungan telepon di Breaking News Kompas TV, Kamis, 22 April 2021.
Apakah spesifikasi kapal selam tua buatan Jerman tahun 1981 itu sudah cukup baik? Yang jelas, jauh dari yang terbaik. Sebab, saat ini sudah ada kapal selam yang mampu menyelam hingga kedalaman 11.000 meter. 22 kali lebih dalam daripada kemampuan selam Nanggala.
Kapal selam yang canggih tersebut adalah milik penjelajah sekaligus miliarder bernama Victor Vescovo. Belum lama ini, pada Maret 2021, penjelajah Richard Garriot telah menyelesaikan penyelaman ke Challenger Deep, titik terendah di Bumi, bersama rekannya yang bernama Michael Dubno.
Challenger Deep berada di dalam Palung Mariana, palung terdalam di bumi. Palung yang memiliki kedalaman hingga 10.911 meter ini terletak di dasar laut sebelah timur Kepulauan Mariana dan di sebelah barat Samudra Pasifik, dekat dengan Jepang dan Pulau Guam.
Garriott melakukan penyelaman ke titik terdalam bumi itu dengan menggunakan Limiting Factor, kendaraan selam yang dikembangkan dan didanai oleh Victor Vescovo. Dengan menggunakan kapal selam yang sama, Vescovo dan mantan astronaut NASA Kathy Sullivan juga pernah menyelam ke Challenger Deep pada Agustus 2020.
Baca Juga: KRI Nanggala Terbelah Tiga, Sekuat Apa Tekanan Air Kedalaman 838 M?
Dalam wawancaranya dengan collectSPACE, Garriott mengaku sangat takjub dengan kemampuan kapal selam Limiting factor. "Yang menarik dari (menyelam dengan) Limiting Factor adalah kedalamannya (yang bisa dicapai) lebih dari dua kali lipat dari yang pernah saya alami sebelumnya dan, ternyata, itu jauh lebih sulit," tuturnya.
Selain itu, kata Garriott, sebelumnya tidak ada peralatan yang dapat beroperasi pada setengah kedalaman dari kedalaman yang bisa dicapai Limiting Factor. "Jadi untuk menemukan atau membuat peralatan (untuk dipakai dalam Limiting Factor) yang dapat beroperasi pada kedalaman dua kali lipat itu lebih sulit. Mereka harus mengatasi beberapa masalah teknik yang luar biasa, dimulai dengan cara menjaga agar penumpang tetap hidup."
Garriott juga mengatakan bahwa ruang di dalam kapal selam Limiting Factor itu cukup sempit. "Lambung titanium setebal 9 sentimeter itu merupakan kendaraan terkecil yang pernah saya masuki, meskipun terasa lebih lapang daripada Soyuz [pesawat luar angkasa Rusia] karena lebih sedikit orang dan material di dalamnya. Jadi Anda benar-benar merasa sangat nyaman, tetapi diameter interiornya hanya mulai dari sekitar 1,46 meter dan menyusut menjadi sekitar 1,4 meter seiring bertambahnya tekanan di luar."
Tekanan hidrostatis air di kedalaman sekitar 11.000 meter itu telah membuat ukuran kapal selam Limiting Factor menyusut. "Saya mengambil pita pengukur digital dan kapal selam menyusut 6 milimeter [0,2 inci] saat turun ke kedalaman," ucap Garriot.
Baca Juga: Pengalaman Masuk Kapal Selam KRI Nanggala-402: Hati-hati Kepala Anda!
"Air tidak dapat dimampatkan tetapi sebenarnya ia dapat memampatkan setidaknya sedikit. Kepadatan air menjadi semakin besar pada kedalaman yang sangat besar ini. Laju penurunan kami pada awalnya adalah beberapa meter per detik, tetapi saat kami sampai di dasar, air itu sendiri menjadi sangat padat sehingga kami melambat hingga kurang dari setengah meter per detik."
Garriott bersyukur, tekanan air di di titik terdalam bumi ini telah membuat kapal selamnya menysut sekian milimeter saja dan tetap berfungsi, tidak hancur lebih parah daripada itu.
Source | : | Kompas TV,CollectSPACE |
Penulis | : | Utomo Priyambodo |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR