Nationalgeographic.co.id—Seperti kaviar dari telur ikan, "kaviar gurun" ini juga memiliki harga yang mahal.
Kepompong dan larva semut yang disebut escamol dianggap sebagai suguhan mewah di Meksiko. Nama ini berasal dari kata azcamolli, portmanteau dari kata Nahuatl untuk semut dan sup.
Dikutip dari Atlas Obscura, Makanan ini menyerupai kacang pinus atau biji jagung, memiliki rasa seperti kacang, mentega, dan rasa lezar seperti keju cottage.
Penyajian escamoles biasanya digoreng dengan mentega dengan bawang dan cabai kemudian dibungkus dengan tortila jagung dan disajikan dalam taco.
Telur berharga ini diproduksi oleh Liometopum apiculatum atau semut pohon beludru.
Namun, bau sarang mereka membuat serangga itu mendapat julukan dari masyarakat lokal. Hormiga pedorra atau "semut kentut".
Baca Juga: 32 Tahun Hidup Sendiri di Pulau Budelli, Mauro Morandi Kini Siap Pergi
Escamoles dikumpulkan dari dataran tinggi Meksiko Tengah, tempat semut pohon beludru membangun rumahnya di antara akar tanaman mezcal dan tequila.
Kesulitannya adalah musim koleksi yang pendek. Sarang menghasilkan telur sekitar empat kali, secara ekslusif antara bulan Februari dan April. Itulah yang menambah reputasi berharga mereka.
Dengan perawatan yang tepat, petani dapat kembalu ke satu sarang hingga 20 tahin, meskipun pengetahuan tentang teknik pengumpulan yang tepat dianggap terlalu terbatas mengingat permintaan.
Orang-orang yang melacak telur ini di alam liar (escamoleros) dapat memanen hingga 70 persen telur di setiap sarang secara berkelanjutan.
Satu kilogram escamoles bisa berharga $35 hingga $100. Sementara banyak escamoleros dengan hati-hati mengikis bagian atas sarang dengan menggunakan saringan untuk memisahkan semut dari larvanya.
Saat ini, escamol adalam barang trendi di menu kelas atas Mexico. Sebelum Spanyol mendarat di Mexico, penduduk asli memakan escamoles sebagai sumber protein. Bahkan ada cerita kuno Kaisar Aztec makan escamoles di menu santapanya.
Source | : | Atlas Obscura |
Penulis | : | Fikri Muhammad |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR