Saya beberapa kali bertemu dengan Teguh Esha di rumahnya, Bintaro atau berpapasan di kawasan Bulungan-Mahakam, Jakarta Selatan. Kami larut pada diskusi-dikusi soal manusia, kehidupan, alam semesta, dan Tuhan yang berpegang pada pondasi-pondasi filsafat ilmu.
Saya mengenal anaknya terlebih dahulu karena satu sekolah di SMAN 6 Jakarta angkatan 2012. Bersama Teguh, kami juga memiliki kesamaan karena beliau adalah lulusan SMAN 9 sebelum akhirnya menjadi SMAN 70 Jakarta.
Sepengelihatan saya, beliau adalah tokoh yang amat dikagumi di Bulungan. Karena jasa-jasanya kepada anak jalanan di sana. Terutama di Warung Apresiasi (Wapres).
Akan tetapi saya tidak akan bercerita bagaimana kisah heroiknya yang banyak membantu anak jalanan. Tapi bagaimana sudut pandangnya ketika berusia lanjut setelah pertemuan kami di masa silam (2012-2015).
Baca Juga: Sains Singkap Mumi Anak-anak yang Menjadi Korban Virus Cacar Tertua
Pada suatu malam di rumahnya, kira-kira tahun 2015, kami berbicara soal kehidupan. Dari bobot bicaranya, ia adalah orang yang penuh literasi. Kaya akan ilmu pengetahuan. Setiap ucapanya bermakna.
Beliau bercerita tentang kisah muda, perlawananya terhadap ketidakadilan dengan keyakinannya yang gigih pada dunia literasi. Kami juga membicarakan Marx, Muhammad, dan tokoh-tokoh lainya. Saat itu saya hanya mendengarkannya. Menyimak baik-baik apa isi kepalanya.
Menurut pandangan saya, Teguh Esha di masa tua adalah sosok yang menjunjung tinggi Tuhan. Tanpa membedakan golongan dan amat toleran kepada umat beragama.
Beliau membedah Al-Qur'an sampai ke dalam-dalamnya. Memaknainya dengan setulus hati dan menyandingkan dengan logika pengetahuan yang dia punya.
Yusuf dengan nada bercanda pernah bilang kepada saya. "Bapak bukan Marxis, Liberalis, atau Islamis. Tapi Allah-is." Saya mencoba memahaminya, bahwa Teguh Esha menemukan sendiri arti mencintai Tuhan yang berpaku pada Al-Qur'an.
Beliau adalah sosok yang penyayang. Selalu memberikan edukasi kepada siapapun. Terutama nilai-nilai untuk bertahan hidup dan berpegang teguh pada pendirian.
Baca Juga: Sutan Muhammad Amin, Salah Satu Tokoh Sumpah Pemuda yang Berjasa
Masa Depan Pengolahan Sampah Elektronik Ada di Tangan Negara-negara Terbelakang?
Source | : | Pengalaman Pribadi Fikri Muhammad,Wawancara Yusuf Hikmah Adrai,Indonesianfilmcenter |
Penulis | : | Fikri Muhammad |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR