Sebuah studi yang diterbitkan Senin (14/05/2021) oleh National Health Service (NHS), Inggris mengungkapkan hal yang sama. Mereka bahkan lebih cepat dari PCR, dengan mengendus dan memberikan lendir di tangan pasien.
“Ini termasuk orang yang tidak menunjukkan gejala dan juga orang dengan viral load rendah,” kata Prof James Logan salah satu peneliti, dilansir dari The Guardian.
Setiap anjing memang memiliki keakuratan yang berbeda-beda. Beberapa di antaranya ada yang memang dilahirkan untuk pekerjaan seperti ini, salah satunya adalah milik Claire Guest yang bernama Tala. Tala adalah anjing labrador emas, ia dapat mendeteksi 94,5% lebih akurat daripada yang lainnya.
Anjing lainnya adalah sejenis Gundog, seperti spaniel, retriever, dan labrador. Mereka memang dikenal sebagai anjing pendeteksi yang baik. Beberapa di antara mereka adalah anjing yang dilahirkan di Medical Dogs Detection, dan ada pula anjing penyelamat yang disumbangkan.
Baca Juga: Warita Para Pawang, Kisah Ikatan Antara Manusia dan Anjingnya
"Mereka juga sangat ramah dan senang bekerja di tempat umum," papar Guest.
Claire Guest merupakan CEO Medical Detection Dogs. Ia menyebut untuk melatih Tala bersama anjing lainnya membutuhkan delapan hingga 10 minggu.
Anjing-anjing itu diberi hadiah makanan atau bola yang bisa dimakan jika mereka dapat menunjukkan sampel positif dan negatif dengan benar. Mereka dilatih mengendus pada kaus, kaus kaki, dan masker yang disumbangkan. Beberapa penyumbang benda-benda itu juga dinyatakan postif Covid-19.
Tantangan terbesar bagi mereka adalah melatih para anjing bisa membedakan molekul bau mana yang terdeteksi mengadung Covid-19. Sebab bisa saja ada 'bau semu' yang membuat anjing harus lebih teliti.
Walau tinggi akurasinya, dan lebih rendah sedikit dari tes PCR, anjing hanya jadi pendeteksi tambahan, terang para peneliti. Misalnya di bandara, anjing dapat menyaring penumpang yang turun. Mereka yang tidak lolos deteksi anjing, selanjutnya akan memerlukan tes PCR sebagai konfrimasi, dan dikarantina sambil menunggu hasil.
Tentu ini akan membuat orang sedikit tidak nyaman daripada mengharuskan semua orang menjalani tes PCR dan dikarantina.
Baca Juga: Setahun Pagebluk Covid-19. Apa saja yang Bisa Kita Pelajari?
Kala Terbunuhnya De Bordes oleh Depresi, Jadi 'Sejarah Kecil' di Hindia Belanda
Source | : | Wall Street Journal,livemint,The Guardian |
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR