Menurut para ilmuwan dalam Drugs, semua sel dalam tubuh kita mengalami perubahan seiring usia. Ketika pada waktu tertentu ia akan mengalami penurunan, dan mati. Kemudian berpengaruh pada jaringan di dalam tubuh, hingga akhirnya menyebabkan penurunan fungsi.
Sebetulnya, penurunan sel sudah terjadi sejak kita lahir, karena fungsi telomer yang merupakan lapisan pelindung pada kromosom. Pada setiap pembelahan sel untuk memperkuat jaringan, lapisan itu memendek. Akibatnya kromosom menjadi rapuh (Price LH et al, 2013).
Akibatnya, banyak usaha penelitian untuk memanjangkan umur, atau menghindari penuaan seperti produk kecantikan yang menjanjikan wajah terlihat awet muda.
Pada setiap perkembangan sejarah kita, manusia berhasil memanjangkan angka usia harapan hidupnya. Secara global, Clio Infra mempublikasikan bahwa angka itu bertambah dalam dua abad terakhir. Pada 1880, angkanya kurang dari 30 tahun, dan meningkat hingga 78,7 tahun pada 2010.
Baca Juga: Manusia Tertua Berusia Lebih Dari 100 Tahun, Sebenarnya Berapa Lama Kita Bisa Hidup?
Perkembangan sains yang berkembang tak lebih dari usaha untuk menyembuhkan dan meneliti penyakit, memahami sel dalam tubuh manusia, pengembangan sistem air bersih, hingga hal ilmiah lainnya.
Tetapi beberapa orang, bahkan sekelompok masyarakat—baik kini maupun di masa lalu—usianya bisa lebih panjang, bahkan ada yang melampaui 100 tahun.
Pada sekelompok masyarakat, diketahui itu terjadi di Okinawa, Jepang. Masyarakat di sana memiliki kebiasaan hara hachi bu untuk mengendalikan nafsu makannya.
Selain pola makanan, lingkungan juga berpengaruh seperti yang penduduk pedalaman Bolivia yang bahkan tak tersentuh modernisasi. Akibatnya, otak mereka pun mengalami penurunan fungsi lebih lambat 70 persen daripada manusia biasa, yang membuatnya tercegah dari demensia saat berusia lanjut.
Baca Juga: Hara Hachi Bu, Kebiasaan Warga Okinawa Kendalikan Nafsu Makan Agar Panjang Umur
Source | : | Vox,drugs.com,sumber lain,What If,Harvard Health Publishing |
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR