Nationalgeographic.co.id—Ada yang harus manusia ‘bayar’ dari krisis iklim yang saat ini sedang terjadi. Faktanya, krisis iklim merusak kesehatan mental ratusan juta orang di seluruh dunia. Lingkaran setan dampak iklim yang meliputi trauma dan depresi harus dipatahkan, kata para ilmuwan. Krisis iklim menagih biaya besar, yakni kesehatan mental manusia.
“Kekeringan dapat berdampak pada hilangnya anggota keluarga akibat kebakaran hutan, kehilangan pekerjaan, kehilangan rumah, atau pun terkena banjir. Hal-hal tersebut dapat membuat trauma. Bahkan beberapa merasa sangat tertekan, cemas, sekaligus depresi. Risiko bunuh diri pun meningkat,” kata Lawrance, ketua tim peneliti dari Imperial College London.
Krisis iklim memberikan dampak tidak langsung, berupa dihantui rasa cemas bahwa krisis iklim akan merusak masa depan; membuat orang-orang menderita. “Bahkan di tengah pandemi tahun 2020, kaum muda di Inggris dilaporkan lebih stres perihal perubahan iklim daripada Covid-19 secara signifikan,” ujar Lawrance.
Cuaca ekstrem seperti banjir dan kebakaran hutan, membuat para korbannya menjadi trauma. Hilangnya rumah, sumber makanan pokok, dan mata pencaharian mengakibatkan stres juga depresi. Gelombang panas pun turut membuat angka bunuh diri menjadi meningkat. Kecemasan tentang masa depan juga membahayakan kesehatan mental orang-orang, terutama milenial, kata para ilmuwan.
Para peneliti mengatakan bahwa pemanasan global akan menjadi semakin buruk, kecuali kita mengambil tindakan. Mereka menggambarkan masalah krisis iklim yang sedang terjadi bagai sebuah lingkaran setan; yang mana dampak krisis iklim merusak kesehatan mental, membuat mereka menjadi rentan, dan kemungkinan buruk lainnya.
Selain itu, orang dengan penyakit mental yang sudah ada sebelumnya, terutama psikosis, demensia dan penyalahgunaan zat, dua sampai tiga kali lebih mungkin meninggal selama gelombang panas. Ada juga bukti bahwa polusi udara dan peristiwa cuaca ekstrem seperti kebakaran hutan dan angin topan, dapat berdampak pada tingkat bunuh diri yang lebih tinggi. Kurang tidur dan penggunaan obat-obatan juga memengaruhi kesehatan mental.
Baca Juga: Tanam Pohon Bantu Perangi Perubahan Iklim, Tetapi Butuh Miliaran Bibit
Dalam laporan tersebut, tercatat bahwa jumlah kasus trauma psikologis yang timbul dari bencana dapat melebihi kasus cedera fisik 40 banding 1. Pada kebakaran hutan Australia tahun 2020, pemerintah menghabiskan sekitar 730 miliar rupiah untuk menyediakan dukungan kesehatan mental.
Namun, peneliti juga mengatakan bahwa mengatasi perubahan iklim dapat menjadi sebuah lingkaran yang baik. Tindakan positif oleh individu, komunitas, dan pemerintah tidak hanya mengurangi dampak pemanasan, tetapi juga baik bagi kesehatan mental masyarakat. Lingkaran baik tersebut dapat memberikan masyarakat harapan dan kehidupan yang lebih sehat.
Baca Juga: Film yang Membuat Setiap Orang Bisa Selamatkan Terumbu Karang Dunia
Dia menambahkan, “Mengambil tindakan iklim tampaknya sangat positif bagi kesehatan mental, baik pada skala individu, komunitas, maupun masyarakat luas.” Lawrance mengatakan bahwa mengatasi krisis iklim merupakan keharusan.
Adrian James, presiden Royal College of Psychiatrists Inggris mengatakan, “Ini adalah penelitian yang memberikan ringkasan penting bagi pemerintah dan layanan kesehatan,” ujarnya. “Tanpa tindakan segera, krisis planet akan berdampak pada semua aspek kesehatan untuk generasi yang akan datang.”
Tindakan mengurangi pemanasan global dapat memberi manfaat bagi kesehatan mental, seperti membuat berjalan kaki dan bersepeda lebih mudah, menyediakan ruang terbuka hijau. “Tindakan yang menciptakan kota yang lebih hijau dan bersih berpotensi meningkatkan kesehatan mental semua warganya,” ujar Lawrance.
Baca Juga: Sains Terbaru, Perubahan Iklim Ubah Sumbu Bumi & Menipiskan Stratosfer
Source | : | guardian.com |
Penulis | : | Fadhil Ramadhan |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR