"Hasil ini menunjukkan betapa hebatnya terobosan Wolbachia. Kualitas produk baru yang aman, tahan lama, dan manjur untuk pengendalian demam berdarah dengue adalah apa yang dibutuhkan komunitas global," kata peneliti infeksi Cameron Simmons dari Monash University, seperti dilansir Live Science. Simmons juga merupakan direktur Oceania Hub dalam World Mosquito Program, yang memimpin eksperimen ini.
Penyakit DBD pada manusia, yang disebabkan oleh virus dengue, selama ini disebarkan oleh nyamuk Aedes aegypti betina. Nyamuk ini ditemukan secara global di daerah tropis dan subtropis dan dalam beberapa dekade terakhir kasus infeksi virus dengue akibat gigitan ini telah melonjak, dengan perkiraan 100 hingga 400 juta infeksi setiap tahun.
Kabar baiknya adalah dalam beberapa tahun terakhir, pendekatan eksperimental telah menunjukkan harapan dalam memperlambat penyebaran penyakit. Eksperimen ini berupa pemaparan bakteri yang disebut Wolbachia ke dalam populasi nyamuk Aedes aegypti.
Baca Juga: Sains Terbaru, Nyamuk Hasil Rekayasa Genetika Dilepas ke Alam di AS
Wolbachia secara alami ditemukan di sekitar 60 persen spesies serangga, dan ketika diperkenalkan ke A. aegypti, itu diturunkan dari generasi ke generasi. Artinya, pada akhirnya semua nyamuk dalam suatu populasi akan terinfeksi Wolbachia.
Infeksi bakteri mungkin terdengar seperti hal yang buruk. Namun penelitian telah menunjukkan bahwa ketika nyamuk membawa bakteri tersebut, hal itu akan memperlambat reproduksi virus, sehingga kecil kemungkinannya untuk ditularkan ke orang lain. Menariknya, meski demam berdarah dengue adalah fokus dari eksperiman ini, Wolbachia juga telah terbukti bekerja melawan demam kuning, virus Zika, dan chikungunya.
Para ilmuwan telah secara aktif menginfeksi nyamuk A. aegypti dengan Wolbachia dan melepaskannya selama lebih dari satu dekade di berbagai lokasi pengujian termasuk Brasil dan Fiji. Hasil penelitian ekstensif telah menunjukkan bahwa pendekatan tersebut menimbulkan risiko kesehatan yang dapat diabaikan bagi manusia dan lingkungan.
Source | : | Live Science |
Penulis | : | Utomo Priyambodo |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR