Bangsa Fenisia merancang kapal perang khusus untuk menemani armada dagang mereka, untuk melawan bajak laut yang sering mengganggu kapal dagang. Pendayung akan mendorong alat serudukan tajam di bagian depan kapal ke kapal musuh, membuat lubang di dalamnya yang akan menyebabkannya tenggelam.
Untuk memperluas perdagangan, Fenisia juga membangun pos-pos yang kemudian menjadi kota-kota besar dengan hak mereka sendiri. Pos terdepan yang paling terkenal adalah Carthage (terletak di Tunisia modern). Kartago akhirnya menjadi kaya dan cukup kuat untuk menantang Republik Romawi.
Pedagang Fenisia bertindak sebagai perantara bagi tetangga mereka. Mereka mengangkut linen dan papirus dari Mesir, tembaga dari Siprus, kain bordir dari Mesopotamia, rempah-rempah dari Arab, dan gading, emas, dan budak dari Afrika ke tujuan di seluruh Mediterania.
Baca Juga: Harapan Melek Aksara Bagi Para Tuli-Bisu di Desa Bengkala Bali
Fenisia juga memiliki sumber daya berharga dan pengrajin yang sangat terampil. Dari kerang kecil yang disebut murex mereka menghasilkan pewarna ungu cemerlang. Pewarna ini diterapkan pada pakaian wol, yang sangat dihargai tidak hanya karena keindahannya, tetapi juga karena harganya yang mahal. Butuh 60.000 murex untuk menghasilkan satu pon pewarna. Pewarna itu dikenal sebagai ungu kerajaan dan dipakai oleh kaisar Romawi.
Seniman yang terampil juga menghasilkan kaca yang indah, tembikar, tekstil, kayu, dan logam serta diinginkan oleh orang-orang di seluruh dunia kuno. Raja Salomo dari Israel bahkan menggunakan pengrajin dan sumber daya Fenisia untuk membangun Kuil Ibrani yang agung bagi Yahweh.
Pada 572 SM, Fenisia jatuh di bawah kekuasaan keras Asyur. Mereka terus berdagang, tetapi menghadapi persaingan ketat dari Yunani atas rute perdagangan. Menjelang abad ke-4 SM, dua kota terpenting Fenisia, Sidon dan Tirus, dihancurkan oleh Persia dan Alexander Agung. Banyak Fenisia meninggalkan pantai Mediterania untuk koloni perdagangan mereka, dan orang-orang Fenisia dan ide-ide segera berasimilasi ke dalam budaya lain.
Baca Juga: Sisik Melik di Balik Aksara Cina di Papan 'Kopi Es Tak Kie' Glodok
Source | : | ancient-origins.net |
Penulis | : | Hanny Nur Fadhilah |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR