Peneliti utama Chris S. Ruf dalam rilis University of Machigan mengklaim teknik ini merupakan terobosan dengan peningkatan besar dibandingkan metode pelacakan yang sudah ada.
Terutama, pelacakan yang mengandalkan laporan dari kapal pukat plankton yang menjaring mikroplastik bersama tangkapannya.
"Kami masih awal dalam proses penelitian, tetapi saya harap [teknik] ini dapat menjadi bagian dari perubahan mendasar dalam bagaimana ktia melacak dan mengelola polusi mikroplastik," ujar Ruf.
Metode pelacakan mereka menggunakan data dari CYGNSS. Sistem itu terdiri dari delapan mikrosatelit yang diluncurkan pada 2016 dengan tujuan awal memantau cuaca akan badai, dan membantu prediksi keparahannya.
Baca Juga: Robot Mikroskopis Ini Dirancang untuk Mengurai Mikroplastik di Lautan
Metode pelacakan mereka menggunakan data dari CYGNSS. Sistem itu terdiri dari delapan mikrosatelit yang diluncurkan pada 2016 dengan tujuan awal memantau cuaca akan badai, dan membantu prediksi keparahannya.
Para peneliti kemudian melacak tempat-tempat di lautan yang tampak kurang kasar dari kecepatan angin yang seharusnya, lewat pengukuran NOAA.
Lalu, mereka mencocokkan area itu dengan pengamatan aktual dari kapal pukat plankton dan model arus laut yang memprediksi migrasi mikroplastik.
Ternyata ditemukan korelasi tinggi antara area yang lebih halus permukaannya dan yang memiliki lebih banyak sampah mikroplastik. Mereka yakin kasar-halusnya permukaan laut tidak disebabkan langsung oleh mikroplastik, tetapi oleh surfaktan.
Baca Juga: Studi Ungkap Area Laut Dalam Menjadi Tempat Berkumpulnya Mikroplastik
Pemutihan pada Terumbu Karang, Kala Manusia Hancurkan Sendiri Benteng Pertahanan Alaminya
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR